KOMPAS.com - Sebagai salah satu dari beberapa arsitek buta di dunia, Chris Downey memiliki pengamalan yang unik. Ketika ia kehilangan penglihatannya pada tahun 2008, Downey yang berbasis di San Francisco, mulai menggunakan pengalamannya untuk menciptakan ruang interior dan eksterior bagi para tunanetra. Ia pun memanfaatkan teknologi untuk itu.
Alat yang paling menjanjikan, menurut Downey, adalah teknologi mercusuar yang menggunakan sinyal bluetooth untuk mengirim informasi lokasi dan pemberitahuan pada ponsel pintar. Teknologi ini sangat murah dan mudah digunakan untuk masyarakat umum.
Perangkat ini seukuran wajah, memiliki tenaga yang bisa dipakai sampai empat tahun, dan tidak perlu alat tambahan untuk diintegrasikan ke dalam arsitektur. Instalasi di Terminal 2 Bandara Internasional San Francisco adalah hasil kolaborasi antara kantor wali kota San Francisco, perusahaan teknologi di dalam ruangan, dan San Francisco LightHouse untuk orang buta dan visually impaired.
"Saya telah berhasil menggunakannya, tanpa pelatihan atau orientasi, untuk menemukan pintu, toilet pria, restoran, dan bahkan gerai listrik pengisi daya. Menemukan gerai pengisi daya di bandara merupakan tantangan bagi orang buta seperti saya," ujar Downey.
Ia menambahkan, ada satu teknologi yang bisa merevolusi bagaimana dirinya bekerja. Dengan pencetak embossing dan teknik menggambar taktil, gambar arsitektur dapat diakses melalui sentuhan. Namun, teknologi ini masih membutuhkan orang yang bisa menggambar pada komputer.
Kinerja akustik
Downey, saat ini bekerja sama dengan pengembang InTACT Sketchpad, yang memungkinkan seseorang untuk menggambar di tablet dan merasa adanya garis yang timbul melewati permukaan tablet. Informasi grafis kemudian dapat diunggah ke komputer melalui koneksi USB.
Sementara itu, ia menjelaskan, arsitek banyak terfokus pada aspek visual arsitektur karena bisa digambar. Arsitek menjadi tidak berdaya saat menjadi tunanetra karena hanya bergantung pada sentuhan dan suara. Di sisi lain, sangat sulit untuk menggambar suara.
Oleh sebab itu, teknologi pemodelan akustik yang dikembangkan dan digunakan oleh para insinyur akustik Arup di SoundLab sangat berguna untuk orang buta dan tunanetra. Mereka bisa mendengarkan ruang untuk mengenali apa yang mereka cari.
Pemodelan akustik ruang digital selama fase desain memungkinkan arsitek untuk membuat keputusan kualitatif dalam meningkatkan kinerja akustik.
Pertanyaannya, apakah tidak berbahaya ruangan yang dikerjakan oleh seseorang yang buta? Menurut Downey, perlu ada informasi multisensor yang cukup, dalam bentuk tengara lingkungan dan isyarat, yang dapat berhubungan spasial kembali ke informasi direksional melalui teknologi wayfinding tersebut.
Arsitek masih perlu multisensor yang lebih baik untuk merancang dan menciptakan lingkungan yang efektif untuk orang buta dan tunanetra. Namun pada gilirannya, arsitek akan membuat ruang-ruang yang lebih efektif dan menyenangkan untuk semua.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.