BATAM, KOMPAS.com - Motivasi utama Ciputra Group melebarkan sayap bisnis ke Batam adalah pembeli potensial (potential buyer) , dan nyata (real buyer) yakni orang kaya Batam, dan para ekspatriat khusunya asal Singapura.
Meskipun jumlah pembeli asing masih kalah ketimbang pembeli domestik, namun terus tumbuh dari tahun ke tahun. Selain berasal dari Singapura, ada juga yang berasal dari Malaysia, Jepang, Korea Selatan, dan bahkan Perancis.
Mereka meminati produk properti dengan harga di atas Rp 2 miliar. Rumah seharga ini, bagi para ekspatriat tergolong murah. Pasalnya, bila dibandingkan dengan harga rumah di Singapura perbandingannya bisa enam kali lipat lebih rendah. Sementara dengan Malaysia tiga atau empat kali lebih murah.
Tak mengherankan sebanyak 30 persen produk properti Ciputra Group, klaster The Royal Hill dalam area pengembangan CitraLand Megah Batam yang terjual 80 persen dari total 74 unit, dibeli para ekspatriat. Sementara sebagian besar 70 persen dibeli pembeli domestik asal Batam, Jakarta, dan Surabaya.
Dari komposisi 30 persen itu, 60 persennya diborong orang Singapura. Sisanya terbagi merata oleh orang Malaysia, Korea Selatan, Jepang, dan Perancis.
Fenomena tersebut menggambarkan tingginya kebutuhan rumah untuk kalangan ekspatriat di Batam. Mereka, menurut General Manager General Manager Region I Ciputra Group, Andreas Raditya Wicaksono, membutuhkan hunian representatif.
"Mereka berbisnis di Singapura, tapi memiliki pabrik dan industri di Batam. Daripada ulang alik Singapura-Batam, mereka memilih beli rumah di sini. Hal itu pula yang mendorong peningkatan kebutuhan hunian di sini dalam tiga tahun terakhir," papar Andreas kepada Kompas.com, Sabtu (25/4/2015).
Lebih jauh Andreas menjelaskan, harga rumah di Batam lebih rendah ketimbang harga rumah di negara mereka masing-masing. Harga rumah di Singapura per unit bisa mencapai Rp 18 miliar. Itu pun ukurannya di bawah 200 meter persegi. Dengan nilai uang yang sama, mereka bisa memborong enam unit sekaligus di Batam plus bangunan yang lebih luas.
"Klaster The Royal Hill kami patok Rp 3 miliar untuk tipe 245 meter persegi. Bagi mereka luas rumah ini terlalu kecil. Karena itu mereka membeli rumah dengan tipe lebih luas yakni 330 meter persegi seharga Rp 5 miliar-Rp 6 miliar. Itu sudah termasuk fasilitas kolam renang di dalamnya," kata Andreas.
Ketua DPD REI Khusus Batam, Djaja Roeslim, menambahkan, pasar ekspatriat di Batam sangat menjanjikan. Hingga saat ini terdapat 5.000 orang asing yang bekerja di kawasan ini dengan kemampuan beli rumah senilai minimal Rp 2 miliar per unit.
Mereka bekerja di industri-industri elektronik, perkapalan, gas, manufaktur dan lain sebagainya. Baru-baru ini, perusahaan manufaktur asal Jepang membuka pabrik barunya dengan mempekerjakan ribuan orang. Termasuk di dalamnya adalah pekerja asing.
"Kalau saja 1.000 orang di antara mereka membeli rumah Rp 2 miliar hanya berbekal passport, berapa nilai pendapatan asli daerah yang masuk dari sektor properti? Itu akan menstimulasi pertumbuhan pasar properti Batam secara signifikan," ujar Djaja.
Oleh karena itu, kata Djaja, pemerintah sebaiknya segera membuka keran kepemilikan asing. Kalau tidak disiapkan dari sekarang, Indonesia akan kerepotan saat Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) berlaku akhir tahun ini.
Regulasi yang ada yakni Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia belum mampu mengakomodasi semua hal terkait kepemilikan asing. Termasuk masa kepemilikan.
Djaja menjelaskan, kepemilikan asing lebih luas dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum mengenai pemilikan rumah untuk tempat tinggal atau hunian bagi orang asing yang berkedudukan di Indonesia. Mereka bisa memiliki hunian dengan masa kepemilikan sekaligus 75 tahun.