Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PNS Bisa Beli Rumah dengan Uang Muka 1 Persen

Kompas.com - 24/04/2015, 10:10 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadaan rumah, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sering terkendala beberapa faktor, antara lain kebijakan pemerintah. Untuk mengatasi kendala tersebut pemerintah mengintervensinya dengan mengubah beberapa kebijakan.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Syarif Burhanuddin menyebutkan, salah satu regulasi yang akan diubah adalah terkait pembayaran uang muka, dan pembangunan rumah oleh pengembang.

"Masyarakat sering kesulitan untuk membayar uang muka. Banyak masyarakat, termasuk PNS (Pegawai Negeri Sipil) tidak mampu untuk bayar uang muka," ujar Syarif di Kementerian PUPR, Jakarta, Kamis (23/4/2015).

Syarif menjelaskan, sebelumnya, persyaratan untuk PNS dalam mencicil rumah adalah setidaknya minimal 5 tahun status PNS. Saat 5 tahun jadi PNS, sebagian besar sudah mengambil kredit untuk mobil, motor, atau televisi. Akhirnya, tidak memenuhi syarat untuk mengambil kredit rumah. Untuk mengatasi persoalan ini, pemerintah membebaskan para PNS supaya tidak lagi harus lima tahun saat mengambil kredit rumah.

Terkait kesulitan uang muka, Syarif melanjutkan, ketidakmampuan ini disebabkan adanya regulasi bahwa masyarakat harus bayar 5 persen dari total harga rumah. Ditambah  Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan biaya administrasi lain, setidaknya untuk uang muka, masyarakat dikenai 10 persen.

Artinya, jika harga rumah Rp 100 juta, masyarakat berpenghasilan rendah harus bayar Rp 10 juta.

Mempertimbangkan hal tersebut, pemerintah akan mengubah regulasinya. Masyarakat tidak perlu lagi membayar 5 persen, tetapi cukup hanya 1 persen.

"Kalau ditanya kapan berlaku, Maret itu sudah berlaku. Tapi pencanangannya 29 April nanti, karena banyak yang belum tahu," jelas Syarif.

Kemudahan untuk pengembang

Saat membangun rumah, selaku pengusaha, pengembang tentu menginginkan langsung laku. Syarif mengatakan, saat membangun rumah tapi tidak ada yang beli, investasi jadi mahal. Oleh sebab itu, pemerintah mengusahakan administrasi persetujuan bank untuk kredit masyarakat, bisa dipangkas syarat-syaratnya.

Di sisi lain, kata Syarif, pengembang malas bangun rumah murah, karena keuntungannya kecil. Hampir semua regulasi tidak membedakan MBR non MBR.

"Ada Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) memang menyebutkan bupati dan wali kota, dapat memberikan keringanan (untuk pengembang). Bagaimana kata "dapat" bisa menjadi "wajib"," tutur Syarif.

Ia menjelaskan, dalam hal ini, pemerintah berupaya memudahkan pengembang mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) di daerah, yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 32 Tahun 2010. Seperti diketahui, retribusi IMB ditentukan berdasarkan bangunan sosial dan fungsi sosial hunian bagi MBR di daerah.

Pada tahap ini, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono sudah menulis surat usulan perubahan kepada Menteri Dalam Negeri. Diharapkan, pengembang tidak lagi diminta IMB yang cukup besar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau