Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Reforma Agraria Jangan Rusak Hutan Konservasi

Kompas.com - 06/04/2015, 20:30 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pemerintah mendorong terciptanya program Reforma Agraria dengan menggunakan 4,1 juta hektar lahan kawasan hutan produktif konversi wajib dilakukan secara cermat. Pembukaan untuk lahan pertanian bagi 4,5 juta petani marginal di Indonesia tersebut dituntut agar tidak membuka tutupan hutan yang masih rapat.

Ketua Perhimpunan Forest Watch Indonesia (FWI), Togu Manurung, menyampaikan, pembukaan hutan sebagai lahan pertanian dalam Reforma Agraria diharapkan tidak menggunakan areal dengan tutupan hutan yang masih baik. Menurutnya, lahan yang telah terdegradasi dalam hutan produksi masih dapat dimanfaatkan untuk program Reforma Agraria.

"Lahan hutan produksi yang masih bisa digunakan sebanyak 12,7 juta hektar. Kalau memang mau menggunakan lahan di hutan produksi konversi, jangan ambil dari areal yang tutupannya masih rapat dan baik. Pemerintah bisa menggunakan lahan hutan produksi yang sudah terdegradasi," ujar Togu ketika dihubungi Kompas.com di Jakarta, Senin (6/4/2015).

Togu mengungkapkan, pembukaan lahan hutan dengan kondisi tutupan yang masih baik dikhawatirkan akan menambah besar luasan deforestasi.

"Indonesia ini sedang disorot oleh dunia atas masalah deforestasi besar-besaran. Perubahan iklim dunia disebabkan karena semakin habisnya hutan di Indonesia. Jangan sampai Reforma Agraria ini menambah panjang daftar masalah akibat kondisi hutan di Indonesia yang sudah carut-marut," lanjut Togu.

Selain itu, tambah Togu, penggunaan lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) seluas 4,9 juta hektar juga perlu dicermati kembali. Pasalnya, lahan eks HGU dengan kondisi tutupan hutan yang masih baik masih bisa dikonservasi.

"Kalau ada lahan eks HGU dengan kondisi tutupan yang masih baik, ini bisa dikonversikan dengan lahan hutan produksi yang sudah terdegradasi. Jadi lahan eks HGU ini bisa dikonservasi lebih lanjut. Pemerintah perlu cermat dalam melakukan upaya Reforma Agraria agar masalah deforestasi hutan tidak meningkat," tandas Togu.

Sebelumnya diberitakan, Pemerintah akan manfaatkan 4,1 juta hektar lahan kawasan hutan produktif konversi untuk program Reforma Agraria. Program tersebut merupakan bagian dari pembukaan 9 juta hektar lahan pertanian bagi 4,5 juta petani marginal di Indonesia.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya mengungkapkan hal tersebut kepada Kompas.com di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (31/3/2015).

"Kementerian LHK menyediakan 4,1 juta hektar lahan dari total 9 juta hektar yang direncanakan dalam Reforma Agraria. Hutan yang disediakan tersebut merupakan hutan produksi yang sudah direncanakan untuk dikonversi. Sisanya akan diambil dari tanah eks Hak Guna Usaha (HGU) yang terlantar," ujar Siti.

Siti menjelaskan, LHK hanya menyediakan hutan produksi konversi sebagai lahan yang akan dimiliki oleh masyarakat. Sementara hutan dengan tujuan konservasi tak akan diizinkan untuk dimanfaatkan.

"Tidak, kawasan konservasi tidak akan dilepaskan. Karena di sana banyak spesies endemik dan beragam biodiversitas lainnya," lanjut Siti.

Saat ini, hutan produksi yang dapat dikonversi tersisa 12,7 hektar. Ada pun total keseluruhan hutan produksi mencapai 69 juta hektar.

"Masih tersisa 12,7 juta hektar yang dapat digunakan dari total 69 juta hektar hutan produksi. 35 juta hektar hutan sudah berizin. Sedangkan sisanya akan kita jadikan hutan konservasi atas permintaan para aktivis dan pengamat lingkungan," tandas Siti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau