"Kami ingin membuat kota-kota memiliki daya tahan untuk melindungi aset Anda (perusahaan), dan Anda bisa membayarnya," ujar King.
Ia mengatakan, tantangannya adalah bagaimana kota bisa menyadarkan sektor swasta supaya menyisihkan keuntungannya untuk melindungi aset publik dan aset mereka sendiri.
King berbicara di hadapan panel diskusi tentang pembiayaan ketahanan perkotaan, pada konferensi Resilient Cities Asia Pacific, pekan lalu. Konferensi ini menghadirkan pejabat kota, ahli pembangunan dan peneliti dari 100 kota di 30 negara di Asia, Amerika Utara dan Eropa.
Hasil konferensi menyebutkan kota-kota Asia perlu mendapatkan perhatian lebih karena berada di daerah pesisir rawan bencana, delta sungai dan dataran banjir.
"Kawasan Asia-Pasifik adalah yang paling terkena dampak bencana. Sebanyak 714.000 korban meninggal akibat bencana alam dalam kurun waktu 2004 sampai 2013, lebih dari tiga kali lipat dekade sebelumnya. Kerugian ekonomi mencapai 560 miliar dollar AS (Rp 7.241,6 triliun)," kata King.
King juga menjelaskan obligasi bencana, dana pensiun dan triliunan dolar AS aset di bawah manajemen, dan "rekayasa atau manipulasi keuangan" bisa dikumpulkan untuk melindungi kota dari bencana.
Untuk membantu kota-kota fokus dan berinvestasi dalam adaptasi iklim dan ketahanan, 100 proyek Resilient Cities dari Rockefeller Foundation diciptakan. Proyek-proyek ini juga memberi pekerjaan baru bagi kepala petugas ketahanan, di pemerintah kota di seluruh dunia.