Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Blusukan", Cara Kuno yang Tidak Menyelesaikan Masalah Perkotaan

Kompas.com - 25/03/2015, 10:00 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Persoalan kota, seperti banjir, pedagang kaki lima, dan kemacetan, seakan menjadi hal lumrah. Padahal, masalah ini, perlu pengelolaan khusus. Cara mengelola kota tahun 1950-an tentu saja berbeda dengan tahun ini. Terlebih jika ingin mewujudkan kota yang aman, nyaman, dan berkelanjutan.

Menurut Ketua Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan Institut Teknologi Bandung (ITB) Suhono, solusi konvensional sudah sulit mengatasi kebutuhan kota. Konsep kota cerdas, bisa menjadi alternatif mengatasi persoalan tersebut. Namun, kota yang cerdas saja tidak cukup.

"Smart city sendiri sudah ada di beberapa kota. Mulai dari basis kecepatan, hingga jangkauan," ujar Suhono saat peluncuran Indeks Kota Cerdas Indonesia (IKCI) 2015 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Selasa, (24/3/2015).

Cara pandang konsep kota cerdas, kata Suhono, tergantung pada kepentingan dan kebutuhan kota. Setiap kota mempunyai persoalan dan potensi masing-masing. Di Indonesia sendiri, kata Suhono, perbaikannya masih seputar pelayanan umum, misalnya, jalan rusak, transportasi, dan banjir.

Sementara kota-kota di Eropa sudah tidak lagi mengurusi jalan ataupun transportasi yang rusak. Kota-kota di Eropa sudah melakukan perubahan ke arah lingkungan. Jika Indonesia hanya terpaku dengan istilah cerdas, tambah Suhono, maka memang perbaikannya masih seputar pelayanan publik.

"Untuk itu, perlu konsep cerdas dan gagas (cergas). Pintar untuk diri sendiri, tidak bermanfaat. Pintar tapi lambat, juga tidak beri solusi," jelas Suhono.

Ia melanjutkan, definisi kota cergas berawal dari konsep bahwa hidup merupakan satuan proses melihat dan mendengar, kemudian berpikir dan memahami, lalu terakhir adalah bertindak.

Suhono mencontohkan, saat wali kota blusukan, ia bisa mendapatkan beberapa titik banjir atau kemacetan. Kemudian ia mencatatnya dan mengadakan rapat dengan kepala dinas. Saat rapat, mereka memutuskan apa yang harus dilakukan minggu depan.

Jika masih terpaku dengan cara konvensional ini, kata Suhono, masalah tidak akan pernah berhenti. Ketika menyelesaikan banjir, masalah kemacetan masih menunggu.

Menurut Suhono, wali kota perlu memanfaatkan teknologi. Contohnya, sensor ketinggian air. Dengan sensor ini, tanpa blusukan, wali kota bisa mendapatkan laporan potensi banjir secara real time.

Tidak hanya itu, pada tahap analisis, atau understanding, konsep kota cergas menawarkan beberapa rekomendasi. Dengan demikian, kepala daerah bisa segera bertindak untuk menyelesaikan masalah tersebut.

"Sekarang sudah banyak operating room, dan sebagainya. Mereka hanya bisa memonitor. Jika menemukan ada macet, ya sudah. So what?" imbuh Suhono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sejak Prabowo Dilantik, KPR Subsidi Disalurkan bagi 111.193 Rumah

Sejak Prabowo Dilantik, KPR Subsidi Disalurkan bagi 111.193 Rumah

Berita
[POPULER PROPERTI] Penjelasan Nusron soal Kontroversi Pembatalan Sertifikat Milik Aguan di Laut Tangerang

[POPULER PROPERTI] Penjelasan Nusron soal Kontroversi Pembatalan Sertifikat Milik Aguan di Laut Tangerang

Berita
Daftar Rumah Subsidi Terjangkau di Kabupaten Trenggalek

Daftar Rumah Subsidi Terjangkau di Kabupaten Trenggalek

Perumahan
Dapat Perintah Prabowo, Kementerian PU Usahakan Diskon Tarif Tol Lebaran

Dapat Perintah Prabowo, Kementerian PU Usahakan Diskon Tarif Tol Lebaran

Berita
112 Rumah Rp 400 Jutaan di Kawarang Terjual dalam Sehari

112 Rumah Rp 400 Jutaan di Kawarang Terjual dalam Sehari

Perumahan
Jombang: Solusi Rumah Subsidi dengan Harga Terjangkau

Jombang: Solusi Rumah Subsidi dengan Harga Terjangkau

Perumahan
Panjang Jalan Nasional 2025 Tak Bertambah akibat Efisiensi Anggaran

Panjang Jalan Nasional 2025 Tak Bertambah akibat Efisiensi Anggaran

Berita
Anda Mencari Rumah Subsidi? Tengoklah Sampang, Harga Rp 151 Juta

Anda Mencari Rumah Subsidi? Tengoklah Sampang, Harga Rp 151 Juta

Perumahan
MLFF Tak Kunjung Terlaksana, Kementerian PU Fokus Bereskan Tata Kelola

MLFF Tak Kunjung Terlaksana, Kementerian PU Fokus Bereskan Tata Kelola

Berita
Ditantang Pengembang Segera Lakukan Audit, Ara Andalkan BPK

Ditantang Pengembang Segera Lakukan Audit, Ara Andalkan BPK

Berita
Gelar Gathering, Springhill Palembang Residences Perkenalkan Hunian Bergaya Jepang

Gelar Gathering, Springhill Palembang Residences Perkenalkan Hunian Bergaya Jepang

Hunian
Gelar Customer Gathering, Botanica Springhill Residences Perkenalkan Rumah Contoh

Gelar Customer Gathering, Botanica Springhill Residences Perkenalkan Rumah Contoh

Hunian
Lampaui Target, 'Marketing Sales' Jababeka Capai Rp 3,19 triliun

Lampaui Target, "Marketing Sales" Jababeka Capai Rp 3,19 triliun

Berita
Disiapkan buat Jalur Mudik Lebaran, Ini Progres Tol Palembang-Betung

Disiapkan buat Jalur Mudik Lebaran, Ini Progres Tol Palembang-Betung

Berita
Penjelasan Nusron soal Kontroversi Pembatalan Sertifikat Milik Aguan di Laut Tangerang

Penjelasan Nusron soal Kontroversi Pembatalan Sertifikat Milik Aguan di Laut Tangerang

Berita
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau