Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Reforma Agraria Sebaiknya Tidak Merusak Hutan Tropis

Kompas.com - 13/03/2015, 09:00 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pemerintah membuka 9 juta hektar lahan pertanian bagi 4,5 juta petani marginal diharapkan tak merusak lahan hutan tropis yang ada. Pemerintah bisa memanfaatkan lahan tak produktif (absentee land) yang telantar seluas 30 juta hektar.

Menurut Reader of Forestry Issues Thamrin School of Climate Change and Sustainaibility, Togu Manurung, pembukaan lahan pertanian dalam program Reforma Agraria ada baiknya menggunakan absentee land. Hal ini dianggap lebih baik untuk mencegah bencana ekologis yang sebelumnya pernah terjadi saat pembukaan satu juta hektar lahan gambut untuk sawah di Kalimantan Tengah.

"Untuk mencegah bencana ekologis seperti yang terjadi saat pembukaan satu juta hektar lahan gabut di Kalimantan Tengah, kami mencoba merekomendasikan penggunaan absentee land. Setidaknya masih terdapat absentee land mencapai 30 juta hektar di Indonesia,” ujar Togu ketika diwawancarai Kompas.com di Jakarta, Kamis (12/3/2015).

Togu menyatakan dengan pembukaan lahan yang tidak merambah hutan, statusnya sebagai lahan konservasi bisa tetap dipertahankan. Dia juga menyarankan agar hutan dengan status areal penggunaan lain (APL) tak dirambah.

“Jadi pembukaan lahan ini diusahakan tidak sampai merambah tutupan hutan, khususnya di jantung hutan Borneo. Bahkan kami menyarankan agar hutan dengan status APL juga tidak dibuka. Bisa jadi status APL tersebut ditingkatkan menjadi konservasi karena kondisi hutan Indonesia sekarang cukup memprihatinkan,” lanjut Togu.

Togu menjelaskan pembukaan lahan ini harus memperhatikan peta kesesuaian lahan, agar sektor pertanian yang ditargetkan dalam program ketahanan pangan bisa dilakukan secara optimal.

“Harus diperhatikan di mana lahan yang cocok untuk pertanian. Kan itu juga berdasarkan tinggi tanah, jenis tanah, kemiringan tanah, serta iklimnya. Jadi nanti bisa dilihat komoditi pertanian apa yang cocok di situ. Sehingga waktu ditanam produktivitasnya bisa optimal,” ungkap Togu.

Untuk itu, pemerintah harus memperhatikan lokasi sebaran petani marjinal di Indonesia. Sehingga pembukaan lahan bisa dimaksimalkan penggunaannya oleh para petani gurem dan juga tunakisma.

“Paling banyak (petani gurem dan tuna kisma) kan di Pulau Jawa. Mereka ini bisa diprioritaskan tetapi tidak harus dengan memindahkan mereka ke luar Jawa. Karena di Jawa ini sendiri masih banyak lahan tidur. Daripada lahan ini nganggur mengapa tidak dibangun sehingga produktif?” tandas Togu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau