Plt Direktur Jenderal Sumber Daya Air (SDA) Mudjiadi mengatakan, hal tersebut merupakan indikasi bahwa pembangunan infrastruktur memberi dampak positif. Sementara itu, untuk menanggulangi banjir secara seratus persen, bukanlah hal mudah. Penanggulangannya tidak hanya pada segi struktural, tetapi juga pendekatan pada masyarakat.
"Masyarakat juga kita siapkan bagaimana caranya menghadapi banjir, di mana poin exit-nya. Sekarang sudah teratur. Kalau banjir, mengungsi lewat jalan yang tidak banjir," ujar Mudjiadi di Gedung Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Jakarta Selatan, Jumat (13/2/2015).
Mudjiadi mengatakan, jika pendekatan hanya berdasarkan struktural, sifatnya tidak berkelanjutan. Adapun untuk penanganan banjir di Jakarta dibagi dalam tiga daerah, yaitu hulu, tengah, serta hilir.
"Tengah Katulampa, Depok, sampai Jakarta. Akhir di Pantai Utara, muara. Ini penanganannya berbeda. Di hulu, (kawasan) Puncak, caranya bagaimana hujan ditahan selama mungkin, kegiatan kita intinya reboisasi, bagaimana tahan selama mungkin," jelas Mudjiadi.
"Di tengah, pendekatan kita adalah bagaimana meningkatkan kapasitas sungai. Ciliwung, yang tadinya sekitar 200-300 meter kubik per detik, dijadikan 550 meter kubik per detik," ujar Mudjiadi.
Di bagian hilir, lanjut dia, penyebab banjir selain meluapnya sungai adalah rob atau naiknya air pasang yang melimpah ke daratan. Hal itu disebabkan oleh penurunan tanah 7 sampai 10 sentimeter per tahun.
"Karena itu, di Pantura ada seawall. Karena tanahnya turun rata-rata di daerah utara itu ada yang minus tiga meter dari elevasi air laut," tutur Mudjiadi.