Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perhatian Buat Pengembang, 17 Keluhan Sering Diadukan Konsumen

Kompas.com - 12/02/2015, 19:00 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengaduan properti pada tahun 2014 yang tercatat oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencapai 157 kasus. Jumlah pengaduan tersebut meningkat dibandingkan pada tahun sebelumnya yang hanya 121 kasus.

Menurut Koordinator Pengaduan dan Hukum YLKI, Sularsi, 157 kasus yang diadukan oleh penghuni properti meningkat seiring dengan berkembangnya pembangunan perumahan vertikal.

Hal ini menempatkan sektor properti di tempat kedua tertinggi, naik satu peringkat dari tahun 2013.  Ada pun jumlah pengaduan sektor properti sebesar 13,7 persen dari total sebanyak 1.192 pengaduan.

Dari 157 kasus, sedikitnya terdapat 100 pengembang yang diadukan oleh konsumen. 100 pengembang tersebut menerima sekitar 17 pengaduan, sebagai berikut:

1. Ingkar janji pihak pengembang
2. Keterlambatan serah terima unit bangunan
3. Keterlambatan serah terima sertifikat
4. Pengembalian dana yang tidak segera diselesaikan
5. Ketersediaan fasilitas khusus dan umum
6. Perbedaan kualitas, spesifikasi, dan desain tata letak bangunan
7. Perjanjian pengikatan jual beli, akta jual beli, dan hak guna bangunan
8. Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL)
9. Penjadwalan ulang cicilan
10. Tanah properti yang dijual mengalami sengketa
11. Perbedaan luas selisih bangunan
12. Promo brosur tak sesuai
13. Keanggotan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS)
14. Pelayanan yang tidak memuaskan
15. Klausula baku
16. Somasi advokat
17. Bangunan tidak sesuai di brosur

Sularsi mengatakan dari 17 jenis kasus yang diterima, pengaduan terbanyak dari konsumen terkait properti perumahan adalah mengenai pengembalian dana yang tidak segera diselesaikan serta penetapan IPL.

“Pembatalan pembelian itu kan dananya harus sesuai ketetapan untuk dikembalikan. Tapi pihak pengembang seringkali mengulur pengembalian dana hingga waktu yang tidak ditentukan,” tutur Sularsi ketika ditemui Kompas.com di Jakarta, Kamis (12/02/2015).

Adapun penetapan IPL, lanjut Sularsi, seringkali dilakukan secara sepihak oleh pihak P3SRS tanpa melakukan sosialisasi serta koordinasi terlebih dahulu dengan penghuni.

“Dalam UU Rumah Susun No 20 Tahun 2011, bila unit telah diserahkan kepada penghuninya, penghuni itu yang seharusnya membentuk P3SRS. Tapi kenyataannya P3SRS ini masih dipilih dan didominasi oleh pengelola. Jadi IPLnya dianggap menguntungkan pihak pengembang.

Menurut Sularsi, kasus IPL sendiri bukan hanya merambah perumahan vertikal. IPL pun sekarang telah merambah ke perumahan tapak.

“Diserahkan kepada masyarakat dengan bentukan RT/RW bisa jalan. Tapi IPL malah ditetapkan oleh pengelola,” tutur Sularsi.

Sementara itu, pihak pengembang yang dikeluhkan oleh konsumen, seperti PT Summarecon Agung Tbk atas Summarecon Serpong dan Perum Perumnas, masih belum mau memberikan konfirmasi terkait pengaduan konsumen yang dirangkum oleh YLKI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau