"Pemerintah Kota Tokyo giat membangun infrastruktur jalan, penginapan atlet, stadion, dan juga fasilitas-fasilitas lainnya guna menyukseskan Olimpiade 1964," kenang Inoue.
Dia ingat betul, bersama istrinya, saat itu tinggal di jantung kota Tokyo. Persis di samping kompleks asrama atlet dan dekat stadion yang digunakan sebagai venue utama Olimpiade.
"Aku dulu sering bermain, dan bercengkerama di sini bersama teman-teman," ungkap pria 71 tahun yang sehari-hari menjalankan usaha toko kelontong di kompleks yang sama selama lebih dari empat dekade.
Inoue bercerita, persiapan Olimpiade 1964 dimulai sejak empat tahun sebelumnya. Saat itu, rumah-rumah kayu dihancurkan, lahan dibebaskan, dan sebagai gantinya dibangun infrastruktur jalan, apartemen, stadion, dan fasilitas olahraga lainnya dengan kualitas tinggi.
Pemerintah, kata Inoue, sangat serius menjadikan Olimpiade 1964 sebagai yang terbaik, dan termegah. Untuk itu, segala upaya dikerahkan, termasuk membangun sarana dan prasarana yang berkualitas.
Lantas ke mana para penduduk yang mengalami penggusuran dialihkan? Pemerintah merelokasi warga yang terkena penggusuran ke kompleks-kompleks perumahan dengan kondisi lebih baik, dan layak huni. Pemerintah menempatkan mereka dalam hunian rakyat bertajuk kompleks Kasumigaoka, yang mengadopsi konsep "danchi".
Tak mengherankan, jika saat itu, banyak situs rumah susun ala Jepang ini bermunculan bak cendawan di musim hujan. Situs-situs rumah susun tersebut sekaligus menggambarkan ambisi Jepang untuk menciptakan kesejahteraan dan kehidupan modern, meskipun dalam unit-unit kecil. "Danchi" ini juga diklaim sebagai simbol kebangkitan dan pembangunan ekonomi Jepang.
Lima dasawarsa pun berlalu, Kompleks Kasumigaoka pun ikut menjadi usang. Jumlah penduduk telah menyusut menjadi hanya sekitar 200 orang, atau kurang dari setengah populasi aslinya dengan usia rerata 71 tahun.
Persiapan 2020
Pemerintah Tokyo berencana untuk membangun stadion baru demi suksesnya Olimpiade 2020. Tak main-main, persiapan direncanakan dengan matang. Termasuk stadion berkapasitas 80.000 tempat duduk tersebut.
Selain mendirikan stadion baru, mereka juga merevitalisasi Kompleks Kasumigaoka dengan rancangan lebih aktual, sesuai dengan kebutuhan zamannya. Meskipun b
eberapa warga belum dapat menerima upaya relokasi ke tempat baru, sebagian lainnya justru menyambut antusias.Awalnya, Inoue memimpin asosiasi warga menentang relokasi. Namun, sekarang dia justru melakukan pendampingan dan membantu warga tersisa yang akan pindah dari Kasumigaoka.
"Saya pikir bahwa masyarakat kita akan berakhir, jadi atau tidaknya pesta olahraga ini diadakan. Beberapa warga mengeluh pada awalnya, tetapi akhirnya mereka menyadari bahwa mereka tidak bisa tinggal, dan mereka harus pindah," tutur Inoue.
Warga lainnya yang sebelumnya enggan pindah, Fusae Saito, mengatakan, akan sangat merindukan tempat itu karena lingkungannya bagus.
Dia tidak menentang gagasan Tokyo menjadi tuan rumah Olimpiade 2020, tapi Saito menekankan pemerintah Jepang harus memprioritaskan kepentingan lainnya yakni meningkatkan dana pensiun.
Istri Inoue, Kyoko, contohnya, harus rela memutari kompleks rusun itu untuk menjajakan makanan demi nafkah harian terpenuhi. "Kami telah membangun sebuah komunitas bersatu-padu di sini. Hidup di apartemen Kasumigaoka adalah sesuatu yang istimewa," katanya.
Awal bulan ini, warga merayakan ritual tradisional memeringati tahun baru dengan cara sama yang mereka lakukan selama berpuluh-puluh tahun. Mereka, secara kolektif, membuat beras ketan menjadi kue khas dan istimewa untuk perayaan.
Inoue mengajak semua orang untuk bergabung, sebagai ritual terakhir mereka untuk dirayakan bersama-sama. Pasalnya, sebagian besar penduduk berencana untuk meninggalkan Kasumigaoka Januari 2016 mendatang.
"Kami memiliki beberapa masalah, tentu saja, tapi kami akan bekerja sama dan mengalahkan kepentingan pribadi. Tahun ini, saya akan melakukan semua yang saya bisa sehingga setiap penduduk menemukan tempat baru untuk hidup," tandas Inoue.
Demikianlah, sebuah komunitas yang terbentuk secara komunal saat Olimpiade menyambangi Tokyo untuk kali pertama akan hilang ketika perhelatan baru datang kembali. Kasumigaoka akan dibongkar pada 2018 mendatang sekaligus menandai berakhirnya bab kecil dalam sejarah modern Tokyo.