Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Pemerintah Tidak Jeli, Ini Zamannya Masyarakat Hipermodern!

Kompas.com - 15/01/2015, 13:02 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Angka kebutuhan rumah (backlog) tinggi, kawasan kumuh menjalar, harga tanah semakin mahal, si kaya semakin kaya karena investasi pada rumah, sementara si miskin semakin miskin lantaran tak mampu beli rumah. Itulah kondisi terkini di ranah perumahan nasional.

Sejak 1978, yaitu saat bidang perumahan di bawah Menteri Muda Urusan Perumahan Rakyat, hingga sekarang persoalan perumahan bukan berkurang, melainkan terus bertambah. Pengamat tata kota Yayat Supriyatna mengatakan hal tersebut disebabkan karena pemerintah kurang memahami perubahan kultur masyarakat.

"Masyarakat itu berubah, pemerintah tidak memahami ini. Masyarakat sekarang hipermodern," ujar Yayat di Jakarta Selatan, Rabu (14/1/2015).

Yayat menjelaskan, masyarakat hipermodern adalah masyarakat yang memandang segalanya serba cepat dan instan. Setiap hari, masyarakat hipermodern sangat perhitungan.

"Hari ini saya keluar modal, hari ini juga harus untung," kata Yayat.

Pola pikir masyarakat seperti ini mempengaruhi setiap keputusan mereka dalam membeli rumah. Yayat menambahkan, bahwa pengembang berhasil melihat celah tersebut dengan menggunakan strategi pemasaran.

"Waktu berjualan misalnya, pengembang pakai perempuan yang cantik-cantik (sales promotion girl)," tutur Yayat.

Sayangnya, lanjut dia, tidak seperti pengembang, pemerintah kurang jeli melihat perubahan masyarakat tersebut. Untuk menarik minat masyarakat membeli rumah atau meninggalkan kawasan kumuh, pemerintah hanya bisa menggelar seminar-seminar atau pelatihan.

"Bandingkan pengembang dengan Perumnas. Model promosinya saja berbeda. Pengembang lebih gencar. Selebarannya bagus-bagus," jelas Yayat.

Dia juga mengatakan, masyarakat lebih bangga membeli rumah dari pengembang karena dianggap lebih prestise. Padahal, pengembang lebih sering hanya menampilkan maket dan membagikan pamflet. Bahkan, masyarakat mudah tergiur dengan "bayangan" rumah yang belum ada.

Yayat mengatakan, pemerintah harus belajar gaya promosi dari pengembang. Jika ingin perumahan rakyat, misalnya dalam bentuk rumah susun, diminati masyarakat, pemerintah harus memasarkannya dengan baik. Pemerintah tidak bisa menggunakan cara paksaan dengan menggusur rumah-rumah kumuh atau ilegal.

"Tuntutan masyarakat pada pemerintah macam-macam. Pengambil kebijakan jadi berubah-ubah dan tidak berani ambil risiko. Sementara itu, orang hipermodern tidak percaya janji," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau