Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Maurin Sitorus, tidak menampik jika jumlah backlog saat ini mencapai 15 juta rumah. Hal ini dimungkinkan karena tiap tahun jumlah kebutuhan rumah mencapai 800.000 unit. Oleh karena itu, dibutuhkan alternatif pembiayaan yang murah dan berkelanjutan.
Dalam konferensi pers di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Senin (1/12/2014), Maurin menyampaikan harapannya agar kebutuhan pendanaan tersebut bisa dipenuhi melalui pasar modal. Terlebih, sejak OJK mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 23/POJK.04/2104 tentang Penerbitan dan Pelaporan Efek Beragun Aset Berbentuk Surat Partisipasi (EBA SP).
"Dibutuhkan sekitar Rp 48 triliun dengan asumsi satu rumah seharga Rp 120 juta. Kami harap dapat dipenuhi dari pasar modal," ujar Maurin.
Pemerintah sebenarnya sudah menganggarkan Rp 5,1 triliun. Namun, dana tersebut hanya mampu memfasilitasi pembangunan untuk 58.000 unit rumah. Karena itu, jumlah pembiayaan yang diperlukan masih tergolong besar.
Penerbitan EBA SP di pasar modal bisa menjadi sumber pendanaan bank dalam pembiayaan sekunder perumahan. Penerbitan EBA SP juga menjadi sumber pendanaan bagi perbankan dalam pembiayaan perumahan melalui KPR.
EBA SP juga bisa dipandang sebagai diversifikasi produk investasi yang menarik dan aman bagi investor. Mengenai keamanan investasi ini, Direktur Utama PT SMF, Raharjo Adisusanto juga menyampaikan hal senada.
"Underlying-nya itu aset tetap, yakni rumah itu sendiri yang nilainya di Indonesia masih terus meningkat. Jadi secara value masih terus meningkat. Secara value menarik," tandas Raharjo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.