Selama itu pula, warga harus bersabar menghentikan kendaraan sekitar lima sampai 10 menit sampai rombongan kepresidenan melenggang menuju Jakarta. Setiap Senin pagi, Kamis, Jumat dan Sabtu sore, ritual penyetopan kendaraan yang melintasi Jalan Transyogi pasti terjadi.
"Kadang Senin malam pun ada penyetopan, Mbak. Saya tidak tahu apakah itu Pak SBY atau hanya pengawalnya saja. Yang jelas konvoi mobil itu dari dan menuju Puri Cikeas," ujar Erni, warga perumahan Legenda Wisata kepada Kompas.com, Sabtu (1/11/2014).
Kondisi lalu lintas Jalan Transyogi yang sudah macet, kata Erni, bertambah parah saat rombongan Presiden lewat. Sebagai warga, lanjut Erni, mau tak mau mereka mengalah meskipun ada keperluan darurat seperti mengantar anak ke dokter.
Namun, setelah 20 Oktober lalu, penyetopan kendaraan tidak lagi sering terjadi. Kalaupun ada, hanya penyetopan rutin yang dilakukan petugas TNI AL dibantu kepolisian untuk memberikan kesempatan bagi kendaraan dinas dari Kompleks TNI AL Ciangsana untuk melintas.
Pantauan Kompas.com, hal itu terjadi di persimpangan Cikeas-Nagrak pada pagi hari sekitar pukul 05.00 hingga 05.30.
Menurut pengamat perkotaan Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, kendati tak ada lagi iring-iringan kendaraan kepresidenan, Jalan Transyogi tetap saja macet. Kemacetan hampir tidak bisa diprediksi. Ini akibat pertumbuhan jumlah permukiman melampaui pertumbuhan akses dan kapasitas jalan sehingga daya dukung tidak lagi memadai.
"Betapa kerugian yang diderita warga Cibubur, Cikeas, Cileungsi, dan sekitarnya sangat besar. Sudahlah rugi waktu juga rugi biaya karena ongkos transportasi (bensin) yang dikeluarkan lebih tinggi akibat kemacetan ini," timpal Yayat.
Kondisi lalu lintas di koridor ini, imbuh Yayat, sudah tidak diprediksi. Tidak ada kepastian waktu untuk sampai di tempat tujuan. Tak mengherankan bila warga melabeli Jalan Transyogi ini sebagai "jalur neraka".
"Salah satu cara yang harus segera dilakukan oleh pemerintah adalah menyegerakan pembangunan monorel dan mass rapid transit rute Cibubur-Cawang. Dengan beroperasinya moda ini, diharapkan dapat mengurangi keinginan warga untuk berkendara," tandas Yayat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.