Hal tersebut dimungkinkan karena lonjakan permintaan yang berasal dari keluarga muda tidak disertai pasokan memadai.
Hasil riset Strategy&, menyebutkan pemerintahan negara-negara GCC perlu melakukan kebijakan yang lebih holistik dalam memenuhi kebutuhan perumahan di kawasan itu.
"Pemerintah harus mendorong pembangunan berkelanjutan, mempromosikan kemitraan publik-swasta, untuk menciptakan kebijakan properti serta memfasilitasi akses yang lebih besar dalam hal pembiayaan perumahan," tulis riset tersebut.
Saat ini, negara-negara GCC mengalami kekurangan perumahan, terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap masalah itu, menurut Strategy&, adalah pertumbuhan penduduk lokal yang sangat pesat."Dari tahun 2000 hingga 2013, jumlah penduduk GCC meningkat lebih dari 67 persen. Sebelumnya hanya 29,4 juta menjadi lebih dari 49 juta, dan itu terus tumbuh 2 sampai 3 persen setiap tahun," ujar mitra kerja Strategy&, Samer Bohsali.
Sayangnya, ledakan penduduk tersebut tidak disertai peningkatan penyediaan lapangan kerja. Sehingga angka pengangguran juga membengkak. Mudah ditebak bila banyak penduduk kemudian tidak memiliki kemampuan untuk membeli atau bahkan menyewa rumah layak huni.
Selain ledakan penduduk, faktor lain yang memicu kekurangan rumah adalah, sulitnya pembeli potensial mengakses kredit pemilikan rumah (KPR). Ini terutama disebabkan oleh kurangnya kerangka hukum bagi bank untuk menawarkan pembiayaan tersebut atau karena persyaratan yang ketat membuat banyak pembeli potensial tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan pinjaman.
Tak mengherankan bila negara GCC memiliki tingkat kepemilikan rumah jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara di kawasan lainnya. Hanya 35 persen rumah tangga Saudi memiliki rumah. Sementara di Uni Emirat Arab sekitar 48 persen.
Faktor lainnya adalah adalah perubahan besar dalam preferensi perumahan di wilayah tersebut. Masyarakat, terutama generasi muda, sekarang lebih menginginkan apartemen daripada rumah. Mereka beralasan karena keterjangkauan. Banyak warga muda negara GCC juga tertarik dengan standard hidup yang lebih tinggi yang tdiak mereka dapatkan di rumah tapak.
Terhadap fenomena ini, pemerintah GCC bukannya tidak berusaha untuk mengatasi kekurangan perumahan. Mereka bahkan telah menghabiskan miliaran dollar AS untuk megaproyek perumahan yang ditujukan bagi MBR. Namun, tanpa keberlanjutan dan desain program jangka panjang, ambisi merumahkan jutaan MBR, tak pernah terwujud.
"Mengingat besarnya kekuarangan rumah, dan upaya pemerintah GCC untuk mencapai tujuan sosial ekonomi lainnya, seperti mengurangi pengangguran dan menyapih warga dari ketergantungan mereka pada negara, pendekatan yang lebih baik untuk penyediaan perumahan sangat dibutuhkan," ujar mitra Strategy8, Ramy Sfeir.