Pasar ritel Indonesia menikmati manfaat dari reformasi ekonomi dan jumlah populasi muda. Pergeseran lebih tinggi pada nilai tambah manufaktur, jasa dan model pertumbuhan konsumsi mendorong tingginya kebutuhan ruang-ruang ritel baru.
Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat, namun sektor ritel tetap stabil, dan memicu evolusi lansekap bisnis subsektor ini secara umum di kawasan Asia Tenggara.
JLL Asia Pasifik melaporkan, Indonesia juga mengalami perubahan tren yang memengaruhi strategi pebisnis ritel. Misalnya, di Jakarta. Tingkat hunian pusat belanja di ibu kota ini tinggi, karena pasokan terbatas. Moratorium pembangunan mal berdampak besar terhadap ketersediaan pasokan dan lonjakan harga sewa.
"Hal tersebut juga menguji strategi bisnis peritel untuk secara tradisional membangun di lokasi inti demi brand awareness sebelum kemudian memperluas bisnis di kota lainnya," tulis JLL dalam riset Retail Cities in Asia Pacific.
Technical Advisor Retail JLL, James Austen, menuturkan, meskipun Jakarta mengalami kendala buruknya kondisi lalu lintas, tetap menjadi tantangan menarik bagi peritel. Mereka berlomba membuka gerai-gerai mewah, restoran, kafe dan busana bermerek asing.
"Pusat perbelanjaan terbaik di Jakarta menikmati tingkat hunian mengesankan, yang saat ini rata-rata sekitar 93 persen, namun sentimen ekspansi peritel telah melunak dalam 12 bulan terakhir, dan pasar ritel di pusat bisnis atau central business district (CBD) Jakarta telah melambat dibanding lima tahun terakhir," imbuh Austen.
Moratorium genjot produktivitas
Moratorium mal juga berdampak pada perencanaan belanja modal peritel sepanjang tahun akibat tertundanya konstruksi pusat belanja baru, keterlambatan serah terima mal yang sudah dibangun, dan penundaan pembukaan mal. Dus, depresiasi rupiah, yang telah menurun hampir 25 persen terhadap dolar AS pada tahun lalu, dan turunnya penjualan ritel juga telah menyebabkan pengecer untuk menilai kembali rencana ekspansi mereka.
"Mereka sekarang memilih fokus pada pengembangan dan peningkatan toko yang ada di pusat kota Jakarta untuk memaksimalkan produktivitas, daripada mengejar pendekatan sebelumnya yakni membuka toko baru demi meningkatkan pendapatan," papar Austen.
Hasil lain dari moratorium mal di Jakarta adalah terciptanya momentum pertumbuhan ritel di daerah periferial ibukota, terutama Bekasi di timur,
Sentul dan Bogor di selatan dan Puri Indah di barat. Faktor penarik ini meyakinkan pengecer lebih ambisius untuk menggarap pasar ritel di pinggiran kota.Proses desentralisasi peritel ini didukung oleh bermigrasinya konsumen kelas menengah yang menghindari kemacetan CBD Jakarta dan mencari kualitas hidup yang lebih baik di daerah pinggiran. Mereka tertarik relokasi ke pinggiran karena terkoneksi fasilitas transportasi, jalan tol baru, dan jalan arteri utama yang menghubungkan CBD dengan daerah pinggiran.