Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tahun 1970, Toilet Duduk Simbol Status Kesuksesan Ekonomi

Kompas.com - 29/09/2014, 12:14 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ada hal menarik dalam kajian mengenai kamar mandi dan toilet  rentang 1970 hingga 1979, saat Indonesia mulai memasuki era kapitalisme. Hal menarik tersebut adalah ketika toilet duduk dalam konsep kamar mandi kering menjadi simbol kesuksesan seseorang secara ekonomi.

Pimpinan Budi Pradono Architects (BPA), Budi Pradono, mengungkapkan hal tersebut kepada Kompas.com, Senin (29/9/2014).

"Selain menjadi simbol kesuksesan secara ekonomi, penggunaan toilet duduk juga dianggap sebagai gaya hidup modern. Masyarakat merasa lebih modern kalau sudah menggunakan toilet duduk pada saat itu," jelasnya.

Kehadiran toilet duduk menggantikan toilet jongkok dalam konsep kamar mandi basah, pun mulai merambah bangunan-bangunan komersial. Di hotel-hotel, misalnya. Meski demikian, "transisi" budaya ini tidak berjalan mulus.

Kendati masyarakat kita menerima, namun perbenturan budaya tak bisa dielakkan. Pasalnya, mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim dengan tradisi kamar mandi dan toilet basah, karena iklim tropis dan kewajiban sembahyang lima waktu.

"Tetapi, umumnya, masyarakat kita menerima, kendati harus "ditabrakan" begitu saja," ujar Budi.

Dia menambahkan, perbenturan budaya antara toilet duduk sebagai dry culture dan toilet jongkok sebagai wet culture, sangat menarik dikaji. Banyak toilet duduk di hotel-hotel yang kemudian dipangkai jongkok. Atau di samping toilet duduk, masih dibangun bak air.

Perbenturan budaya ini, kata Budi, lucunya masih berlangsung hingga kini. Di kompleks-kompleks perumahan baru, pengembangnya masih menggabungkan toilet duduk dan bak mandi.

Budi mengkaji perspektif kamar mandi kurun 1970-1979 dalam sebuah riset yang mendalam. Hasil kajian ini akan dipamerkan di ajang bergensi Ausstellung/Bad70ger di Schiltach, Aquademie, dan Black Forest (Jerman). Pameran akan berlangsung pada 30 April-27 Oktober 2015.

Budi merupakan satu-satunya kurator Asia asal Indonesia yang dipilih penyelenggara. Selain Budi, ada juga Mathias Klotz asal Chile, dan Jörn Frenzel dari Berlin.

Budi dipilih karena rekam jejaknya selama memimpin Budi Pradono Architects (BPA) yang berbasis riset. Dia berhasil membawa BPA untuk fokus pada riset perubahan gaya hidup (lifestyle) masyarakat kontemporer abad 21.

Termasuk riset mengenai vertical kampung yang kemudian dipamerkan di New York pada 2010, London (2012), Jerman (2012) dan riset mountain of hope  yang dipublikasikan pada ajang bergengsi Venice Biennale 2014 di Italia.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau