Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Awas... Kegagalan Pemerintah Picu Kerusuhan Sosial!

Kompas.com - 19/09/2014, 11:26 WIB
Latief

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyediaan rumah susun sederhana milik (rusunami) dan pengelolaannya perlu segera dicarikan solusi konkret oleh pemerintah baru dalam waktu dekat ini. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) harus melakukan intervensi penuh dalam pengelolaan rusunami.

Demikian menurut pakar properti Panangian Simanungkalit kepada Kompas.com di Jakarta, Jumat (19/9/2014). Panangian mengaku khawatir, apalagi jumlah backlog (kekurangan penyediaan rumah) secara akumulasi pada 2013 lalu sudah mencapai 15 juta unit lebih. Plus, pertambahan kebutuhan 800.000 unit rumah baru sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk ke depannya.

Menurut Panangian, itulah perbedaan mendasar karakteristik pasar properti bagi golongan menengah atas dengan pasar perumahan bagi kalangan bawah. Pergerakan pasar properti golongan menengah atas sama sekali tidak membutuhkan kebijakan atau intervensi langsung pemerintah, kecuali lewat izin lokasi dan izin mendirikan bangunan.

"Karena dengan munculnya sinyal penurunan suku bunga saja, para pengembang dan investor, tanpa diarahkan juga akan langsung bergerak menyambar peluang saat pasang naik bisnis properti, itu seperti yang terjadi 10 tahun terakhir ini," kata Panangian.

Sebelumnya, dalam diskusi di Jakarta pekan lalu, Panangian menyarankan kalau pemerintah mau mengejar ketertinggalan kekurangan rumah itu, hingga misalnya tahun 2045 nanti, paling tidak pemerintah harus membangun rumah sebanyak 1,3 juta unit per tahun. Angka tersebut diperoleh dari 800.000 unit ditambah 500 ribu unit 15 juta dibagi 30 tahun.

"Jangan lupa, sebagian besar masyarakat bawah di Indonesia hanya mampu membeli rumah bersubsidi dan rusunami dengan bantuan subsidi pemerintah," katanya.

Panangian khawatir, bila pemerintah tak mampu mencari solusi atau terobosan untuk menyediakan rumah tapak bersubsidi dan rusunami bagi kalangan bawah itu, bukan tidak mungkin ketegangan dan kecemburuan sosial sewaktu-waktu berubah wujud menjadi kerusuhan sosial. Itulah yang pernah terjadi pada 1998 silam.

"Pendorong utama mereka membeli unit-unit properti itu adalah momentum berinvestasi untuk memetik keuntungan. Itu sebabnya, mengapa produk-produk yang ditawarkan para pengembang belakangan ini, seperti apartemen, town house, rumah dan ruko selalu ludes terjual," kata Panangian.

"Kenapa itu bisa terjadi, karena pengembang sadar betul, bahwa calon pembeli yang sekarang ada di pasar bukanlah mereka yang benar-benar membutuhkan rumah atau apartemen untuk langsung dihuni atau end-user. Tapi, sebagian besar pembeli properti itu adalah para pedagang, investor pemilik uang nganggur, dan pejabat-pejabat yang punya tujuan investasi dan menyimpan hasil korupsinya," tambahnya.

Sebaliknya, lanjut dia, bagi pengembang properti untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), sinyal penurunan suku bunga saja tidak cukup bagi mereka menggerakkan kegairahan pasar RSH dan rusunami. Karena pasar properti untuk golongan bawah sangat memerlukan intervensi kebijakan dari pemerintah berupa dorongan untuk memacu pembangunan RSH dan rusunami, sekaligus pengawasan terhadap penyaluran subsidinya.

"Semua harus diintervensi pemerintah, mulai membangun, menyalurkan dan mengawasinya. Kita tidak mau terjadi lagi seperti Kalibata City. Rusunami kok bisa ada lahan parkir mobilnya, itu saja sudah salah urus," kata Panangian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau