Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kegagalan Rusunami, Refleksi dari Lemahnya Kekuatan Politik Pemerintah

Kompas.com - 11/09/2014, 12:54 WIB
Latief

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kegagalan pemerintah selama 10 tahun terakhir bukan hanya pada rumah tapak bersubsidi yang selalu jauh dari target, yaitu hanya tercapai 40-50 persen saja dari target rata-rata 100.00 unit per tahun. Kegagalan serupa juga terjadi pada rencana pembangunan rumah susun sederhana milik bersubsidi atau rusunami.

Pemerintahan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, dalam hal ini Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera), gagal menciptakan iklim kondusif bagi para pengembang untuk lebih banyak lagi membangun rusunami. Dari rencana pembangunan 1000 tower rusunami dengan total 500 ribu unit, yang terbangun tak lebih dari 10 persen dari target atau sekitar 50,626 unit.

"Nah, sekarang bandingkan dengan pembangunan apartemen. Selama 10 tahun terakhir ini ada sekitar 80.000 unit apartemen yang dibangun para pengembang. Angka ini sangat jauh dari jumlah rusunami yang dibangun oleh para pengembang itu," kata Panangian.

Salah satu penyebab utama kegagalan itu adalah aturan main untuk kepemilikan rusunami. Panangian mengatakan, rusunami sebenarnya hanya boleh dijual oleh pengembang kepada masyarakat yang belum mempunyai tempat tinggal dengan batas penghasilan maximum Rp 5,5 juta per bulan.

"Nyatanya, sebagian besar kepemilikan rusunami itu justru dikuasai mereka yang sudah punya tempat tinggal dan berpenghasilan lebih dari Rp 5,5 juta per bulan. Akibatnya, sebagian besar pemilik rusunami itu menjadikan rusunami sebagai investasi," kata Panangian.

Boleh jadi, lanjut Panangian, kegagalan pembangunan dan pengawasan terhadap rumah bersubsidi dan rusunami merupakan refleksi dari lemahnya kekuatan politik pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat lewat pengadaan rumah bersubsidi. Tetapi, inilah tantangan besar bagi pemerintah yang baru, di bawah kepemimpinan Presiden Ri terpilih Joko Widodo.

"Pembangunan dan pengawasan rusunami harus dilakukan langsung oleh pemerintah. Rencana pembangunannya, desainnya dan operasionalnya di tangan pemerintah. Buat rusunami itu benar-benar untuk rakyat bawah dan tidak menarik untuk investasi. Kan lucu kalau di rusunami itu ada lahan parkir mobil. Tapi, ini yang terjadi sekarang," kata Panangian.

Panangian mengatakan, penyediaan rusunami dan pengelolaannya perlu segera dicarikan solusi konkret oleh pemerintah baru dalam waktu dekat ini. Apalagi, jumlah backlog (kekurangan penyediaan rumah) secara akumulasi pada 2013 lalu sudah mencapai 15 juta unit lebih. Belum lagi ditambah pertambahan kebutuhan 800.000 unit rumah baru sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk.

"Kalau pemerintah mau mengejar ketertinggalan kekurangan rumah itu, hingga misalnya tahun 2045 nanti, maka paling tidak pemerintah harus membangun rumah sebanyak 1,3 juta unit per tahun. Angka ini diperoleh dari 800.000 unit ditambah 500 ribu unit 15 juta dibagi 30 tahun. Jangan lupa, sebagian besar masyarakat bawah di Indonesia hanya mampu membeli rumah bersubsidi dan rusunami dengan bantuan subsidi pemerintah," katanya.

Panangian khawatir, bila pemerintah tak mampu mencari solusi atau terobosan untuk menyediakan rumah tapak bersubsidi dan rusunami bagi kalangan bawah itu, bukan tidak mungkin ketegangan dan kecemburuan sosial sewaktu-waktu berubah wujud menjadi kerusuhan sosial. Itulah yang pernah terjadi pada 1998 silam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau