Kepala Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat BPN RI, Kurnia Toha, menyebutkan, meski sudah dibahas dengan Komisi II, hingga kini status RUU Pertanahan belum juga final. Dari 700 Daftar Inventaris Masalah (DIM) RUU Pertanahan, yang sudah selesai dibahas, yakni 300 DIM dan tersisa 400 DIM.
"Waktunya terbatas, mudah-mudahan masih bisa diselesaikan. Tapi, kalau tidak diselesaikan, kita berharap ini diteruskan pada 2015," ujar Kurnia di Jakarta Selatan, Selasa (16/9/2014).
Ia menuturkan, pentingnya RUU ini adalah untuk menutupi kelemahan-kelemahan peraturan yang tumpang tinding, tidak jelas, dan belum adanya regulasi. Kelemahan lainnya, tambah dia, banyaknya peraturan tidak saling terkait, misalnya antara peraturan kehutanan, tanah, dan pertambangan yang memiliki peraturan masing-masing.
Menurut Kurnia, peraturan-peraturan itu harus menyatu dan saling berkesinambungan. Aspek-aspek yang berkenaan dengan pertambangan, kehutanan, dan pertanian, porosnya ada pada pertanahan.
"Karena air, tambang, hutan itu adanya di tanah. Yang lain (air, tambang, hutan) sudah ada UU-nya, porosnya (tanah) belum ada," kata Kurnia.
Sementara itu, saat ini mulai bermunculan hal-hal baru, antara lain Mass Rapid Transit (MRT) dan bangunan bawah tanah. Kurnia menilai, hal ini juga menjadi polemik karena saat mau didaftarkan pada BPN, dasar hukumnya belum ada.
"Ini hak apa namanya, hak guna ruang atau hak apa namanya, ini harus diatur juga. Ke atas sudah bangun, ke bawah sudah bangun, tapi peraturannya belum ada," sebut Kurnia.
Dia menambahkan, di Indonesia, banyak peraturan yang masih memerlukan penjelasan, sehingga tidak menimbulkan multi tafsir. Dengan adanya peraturan yang jelas, maka sengketa dan konflik pertanahan bisa dikurangi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.