Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beginilah... Hidup dalam Pesawat Bekas Seharga Rp 2,6 Miliar!

Kompas.com - 12/08/2014, 16:59 WIB
Tabita Diela

Penulis

KOMPAS.com - Sampah milik seseorang merupakan harta karun bagi orang lain. Potongan ungkapan yang pernah tampil dalam Chamber's Journal of Popular Literature, Science and Arts (Jurnal Literatur Populer, Sains, dan Seni William & Robert Chambers 1879) itu tampaknya relevan dengan tren "properti hijau" saat ini.

Barang-barang yang semula hanya sampah, kini bisa digunakan kembali sebagai bahan pembuat rumah. Agen real estat pun tak lagi menyembunyikan fakta tersebut, namun malah mengeksploitasinya sebagai salah satu daya tarik.

Julia Flynn dari Telegraph menemukan bahwa penggunaan barang bekas sebagai bahan pembuat rumah ternyata memang memberi banyak keuntungan. Di tengah harga properti yang tengah meroket, penggunaan barang bekas di berbagai lini bisa menghemat pengeluaran. Misalnya, penggunaan material insulasi yang tidak terlalu mahal atau lemari dapur tidak perlu dibuat dari kayu cendana.

Salah satu contoh cukup ekstrem adalah penggunaan pesawat bekas sebagai rumah di Portland, Oregon, Amerika Serikat. Bruce Campbell (64), seorang pensiunan insinyur listrik, membangun rumah dari badan Boeing 727. Dia membeli pesawat bekas tersebut seharga 220.000 dollar AS atau sekitar Rp 2,6 miliar. Setelah itu, Campbell kemudian mengisinya dengan berbagai kebutuhan sehari-hari.

www.telegraph.co.uk Bruce Campbell (64), seorang pensiunan insinyur listrik membangun rumah dari badan Boeing 727. Dia membeli pesawat bekas tersebut seharga 220.000 Dollar AS atau sekitar Rp2,6 miliar.
"Tujuan saya dalam hidup adalah mengubah perilaku manusia dalam area mungil ini," ujar Campbell.

Dia bahkan berencana membangun rumah-rumah pesawat berukuran lebih besar di Jepang. Campbell pun tidak sendirian. Beberapa tokoh di Kosta Rika dan Belanda pun mulai mengubah pesawat menjadi hunian.

Hal yang mirip, namun berbeda, juga dipraktikkan di Inggris. Jika penduduk AS tertarik mengubah pesawat menjadi rumah, maka beberapa penduduk Inggris mengubah kereta menjadi penginapan.

Rose-Marie Finlay dari Bridport, Dorset, merupakan salah satu pemilik penginapan yang dibuat dari kereta. Lewat situs Holidaylettings.co.uk, Finlay menawarkan penyewaan hunian berlibur dari gerbong Great Western Railway (GWR) tahun 1905. Gerbong ini melekat pada hunian utama yang menjadi tempat tinggal Finlay sejak 2010.

Ada juga penggunaan kembali kontainer pengiriman barang. Hal ini juga sudah dilakukan di Indonesia. Seperti ditemukan dalam buku Oh My Goodness! Buku Pintar Seorang Creative Junkies karya Yoris Sebastian, poli gigi dan taman baca Amin di Batu, Jawa Timur, sudah menggunakan kontainer bekas.

Secara garis besar, Flynn tampak berupaya menunjukkan bahwa penggunaan kembali sampah-sampah untuk membangun rumah bukan sekadar tren. Hal ini benar-benar bisa menyelamatkan alam, namun di saat yang sama juga "menyelamatkan" pemilik rumah, terutama karena memakai bahan-bahan daur ulang cenderung lebih hemat.

Dalam artikelnya, Flynn mendorong masyarakat untuk berpikir kreatif. Tidak semua orang punya kesempatan yang sama untuk tinggal di dalam pesawat terbang, atau dalam gerbong kereta bekas.

Namun, masih ada kesempatan untuk berfikir lebih kreatif. Sebagai contoh, pemilik rumah bisa mulai dengan menggunakan koran bekas untuk insulasi, menggunakan kayu murah untuk membangun berbagai fitur dalam rumah, atau bahkan membangun dinding dengan botol bekas.

Anda terinspirasi?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com