Hingga Mei 2014, Indonesia baru memiliki 170 tenaga konstruksi (124 insinyur dan 46 arsitek) dengan kompetensi dan keahlian sesuai standard mutual recognition arrangements (MRA) dan bersertifikai ASEAN Chartered Professional Engineer (ACPE) dan ASEAN Architects (AA). Sementara insinyur di seluruh MEA yang sudah berstandard MRA dan bersertifikasi ACPE dan AA sebanyak 787 orang yang didominasi Singapura, dan Malaysia.
Kepala Badan Pembina Konstruksi (BP Konstruksi), Hediyanto W Husaini, mengatakan, pekerjaan rumah yang tak kalah pentingnya adalah meningkatkan daya saing para insinyur. Kompetensi dan keahlian mereka harus sesuai dengan standard MRA.
"MRAs merupakan pengaturan saling pengakuan bahwa setiap negara anggota mengakui pendidikan atau pengalaman yang dimiliki, persyaratan yang sesuai izin atau sertifikasi yang diberikan oleh negara anggota ASEAN," tutur Hediyanto dalam paparan Kesiapan Konstruksi Indonesia Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN 2015, Kamis (5/6/2014).
Ketentuan pengakuan tersebut, tambah Hediyanto, menyangkut enam kriteria MRA yakni pendidikan, ujian, registrasi, dan pemberian lisensi, pengalaman pendidikan profesional lanjutan, dan kode etik (professional conduct).
"Untuk itu mulai sekarang, kami menghimbau tenaga konstruksi Indonesia untuk segera melengkapi dokumentasi pengalaman pekerjaan dan SKA (sertifikat keahlian)," tandas Hediyanto.
Kelengkapan tersebut dapat disampaikan melalui Indonesia Monitoring Committee (IMC) on Engineering Services dan IMC on Architectural Services. Badan tersebut dibentuk dalam rangka pengurusan menjadi anggota ACPE maupun AA untuk kemudian diajukan dalam Sidang ACPECC dan AAC (dewan penilai dan pemberi lisensi).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.