KOMPAS.com - Sebuah pusat komunitas di Desa Shuanghe, Provinsi Yunnan, China, ramai dengan anak-anak berlalu lalang. Beberapa di antaranya tampak berlarian, kemudian meluncur dari atap kayu sebuah bangunan. Tidak ada tanda-tanda kesedihan maupun tragedi yang pernah terjadi di daerah tersebut.
Bangunan tempat anak-anak ini bermain pun rupanya bukan bangunan sembarangan. Itulah The Pinch, perpustakaan dan pusat komunitas setempat yang dirancang oleh desainer John Lin dan Olivier Ottevaere.
Dua tahun lalu, daerah ini luluh lantak akibat gempa bumi besar. Semenjak bencana itu terjadi, Pemerintah China bergerak membangun kembali daerah-daerah korban bencana. Provinsi Yunnan, tepatnya Desa Shuanghe, termasuk salah satu wilayah yang mendapat bantuan Pemerintah China.
"Desa-desa di China umumnya memprioritaskan bangunan rumah di atas ruang dan program komunitas. Meski penting untuk kehidupan pedesaan," ujar Lin.
Untuk itu, Lin dan Ottevaere dari University of Hongkong menjadi "suplemen" bagi pemerintah dan menyediakan The Pinch di sebuah daerah yang terletak di barat daya China. Tidak hanya mendesain, universitas pun menjadi sponsor penyediaan biaya. Menariknya, proyek ini mendorong kolaborasi antara universitas dan pabrik kayu setempat. Jadi, ada usaha lokal pula yang dirangsang oleh pusat.
"Meski pemerintah menyediakan ruang terbuka bagi rekonstruksi, kami ingin membantu mengenalkan program yang bisa aktif di situs tersebut. Dengan menambahkan perpustakaan, kami menciptakan fasilitas penting publik dan komunal di desa," jelas Lim.
Hasil proyek pun istimewa, jauh dari kesan bangunan biasa. Perbedaan ketinggian dan kontur tanah yang tidak rata memberikan keuntungan bagi The Pinch. Dataran yang lebih tinggi seolah "dijahit" pada dataran rendah oleh The Pinch. Anak-anak dari dataran yang lebih tinggi bisa meluncur ke dataran rendah dengan atap The Pinch. Atap tersebut meliuk, seolah digulung hingga menciptakan permukaan dengan kemiringan yang pas.
Seperti sudah disebutkan sebelumnya, para arsitek tidak hanya membangun "perosotan", tetapi sesuatu yang lebih penting. Di bawah "perosotan" tempat anak-anak meluncur, sebenarnya ada ruang seluas 80 m2 untuk perpustakaan. Buku-buku dijejerkan rapi pada rak mengambang yang bertumpu pada plafon. Rancangan interiornya pun sederhana. Di dalam hanya terdapat rak-rak dan kursi-kursi panjang.
Perpustakaan ini hanya dilapisi oleh plastik polikarbonat yang menutupi rangka kayu pada dinding eksterior dan pintu perpustakaan. Plastik membuat sinar matahari bisa masuk dengan mudah ke perpustakaan ini. Sebaliknya, ketika malam hari, perpustakaan ini menjadi semacam lampion yang menerangi sekelilingnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.