Tahun lalu, kompetisi ini diikuti oleh arsitek dan desainer yang berasal lebih dari 100 negara dengan jumlah 1.500 karya. Tahun ini, ribuan karya kembali diseleksi oleh 300 pemimpin industri, termasuk Yves Béhar, Paola Antonelli, Liz Diller, Joseph Altuzarra, David Rockwell, Rem D. Koolhaas, dan Ian Schrager.
Namun, dari ribuan karya tersebut, nama Indonesia tak muncul sebagai pemenang. Mungkin belum waktunya, mungkin juga ada faktor lain. Entah apa yang membuat Indonesia belum menonjol dalam ajang penghargaan arsitektur kelas dunia, termasuk ajang A+ Awards.
Lewat situs resminya, kompetisi tersebut mempublikasikan puluhan pemenang dalam kategori 2014 Typology Winners, 2014 Plus Winners, dan 2014 Product Winners.
Beberapa karya sangat menarik perhatian lantaran tidak hanya menjadi pilihan juri, namun juga menjadi pilihan populer. Misalnya, pemenang 2014 Typology kategori residensial 5 sampai 15 lantai gubahan Brenchley Architects, pemenang kategori rumah keluarga tunggal berukuran besar gubahan Paul de Ruiter Architects, pemenang kategori kantor 5 sampai 15 lantai gubahan Sanjay Puri Architects.
Kantor 142 Park St di Melbourne Selatan, Australia gubahan Brenchley Architects berada di pinggiran kota Melbourne. Apartemen ini semula bangunan motel di tahun 1960-an. Di tangan Brenchley Architects, motel tersebut menjadi gedung apartemen mewah (high-end). Tidak hanya cantik dengan efek garis-garis pada fasadnya, apartemen ini pun mengedepankan keberlanjutan (sustainability). Gedung ini meraih delapan bintang dalam sertifikasi NATHERS.
Kunci bangunan apartemen tersebut adalah penggunaan "kulit kedua" yang dibuat dari aluminium hitam. Bangunan tersebut juga memiliki panel kebun vertikal. Sebagai bangunan hasil daur ulang, "kulit kedua" bangunan ini melindungi dinding bangunan dari cuaca. Lapisan tersebut juga mengurangi penggunaan energi di dalam gedung. Sebenarnya, hal yang sama juga tengah dibangun pada gedung kampus baru BINUS di Alam Sutera.
Menurut arsiteknya, tempat tinggal ini menggunakan beberapa teknik yang mampu membuatnya nyaman dalam berbagai musim. Di saat yang sama, rumah ini juga sangat efisien dalam penggunaan energi. Awalnya, semua berawal dari keinginan pemilik hunian ini untuk memiliki tempat tinggal yang sederhana, abstrak, namun spektakuler.
"Hasilnya adalah sebuah komposisi, terdiri dari dua volume bertumpuk. Satu di bawah tanah dan satunya lagi melayang di atas tanah. Bangunan ini didesain sebagai kotak kaca yang ditopang oleh besi berangka V," ujar pernyataan arsiteknya.
India punya karakter iklim yang tidak jauh berbeda dari Indonesia. Untuk menanggulangi hawa panas, kantor ini mengganti dinding kaca dengan dinding atau layar beton berlubang. Arsitek mengambil inspirasi dari layar "jali", salah satu kebijaksanaan lokal dalam hal arsitektur. Layar ini mengurangi panas dan membuat bangunan efisien dalam penggunaan energi. Layar beton ini ditopang oleh rangka besi.