Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kalau Tak Dibenahi, Kawasan Simatupang Bakal Ditinggalkan

Kompas.com - 28/02/2014, 12:09 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koridor TB Simatupang saat ini memang kawasan primadona sektor properti komersial perkantoran, setelah CBD Sudirman-Thamrin-Kuningan. Namun, jika tidak dibenahi, terutama infrastruktur jalan dan jaringan transportasinya, maka kawasan ini tidak akan menjadi lebih baik, dan bahkan ditinggalkan.

Pendapat tersebut diutarakan CEO Leads Property Indonesia, Hendra Hartono, terkait komparasi Blok M sebagai ASEAN Diplomatic Area dengan koridor Simatupang Kompas.com, di Jakarta, Rabu (26/2/2014).

"Koridor Simatupang merupakan kawasan perkantoran, the second address setelah CBD Sudirman, Thamrin, dan Kuningan. Pembangunan gedung perkantoran baru di sini berlangsung sporadis, masif dan sangat intensif. Sehingga jika tidak segera dibenahi, beban infrastruktur jalan yang hanya satu-satunya, yakni Jl TB Simatupang-Jl Kartini-Jl Kampung Rambutan, akan semakin parah. Ujung-ujungnya bakal menjadi Gatot Subroto jilid dua," papar Hendra.

Berbeda dengan Blok M yang unggul dalam hal aksesibilitas dan lokasi strategis, koridor Simatupang tidak memiliki akses lainnya. Kalau pun kelak terbangun jalur Depok-Antasari-Blok M, hanya memecah konsentrasi kemacetan dari Depok, menuju Kemang, dan berakhir di Blok M.

"Ini adalah pekerjaan rumah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, bagaimana membenahi kawasan ini menjadi lebih akomodatif untuk kegiatan bisnis. Pasalnya, di sini banyak berkantor perusahaan multinasional sektor pertambangan minyak dan gas. Jika kemacetan tidak dapat diatasi karena terbatasnya infrastruktur jalan dan akses, mereka bakal relokasi ke kawasan lainnya," ucap Hendra.

Padahal, di antara semua klaster yang berdekatan dengan jalur lingkar (ring road), Simatupang merupakan koridor paling berkembang dan menjanjikan. Dekat dengan kawasan ekspatriat (Kemang), dikelilingi fasilitas berstandar internasional seperti rumah sakit, sekolah, dan terutama perumahan elite Pondok Indah.

Kondisi tersebutlah yang menjadi stimulan bagi investor untuk beralih ke selatan Jakarta. Nyaris mirip dengan Blok M. Hanya, Blok M harusnya diremajakan menjadi kawasan bisnis ritel dan perkantoran terpadu yang dilengkapi fasilitas akomodasi.

"Blok M lebih mixed, campur baur. Sementara Simatupang lebih spesifik. Namun, bila tidak dikendalikan, jangan berharap Simatupang lebih melesat lagi," tandas Hendra.

Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus tegas memegang komitmennya untuk menjalankan Rencana Tata Ruang Wilayah (2030) jika tak ingin timbul masalah baru. Pemprov DKI Jakarta harus menyetop pemberian izin pembangunan properti komersial di kawasan selatan Jakarta, khususnya koridor Simatupang.

Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP), Bernardus Djonoputro, menyampaikan hal itu usai menjadi pembicara pada RICS ASEAN Real Estate and Infrastructure Summit di Jakarta, Selasa (25/2/2014).

Menurut Bernardus, masifnya pembangunan properti komersial di koridor Simatupang merupakan rapor merah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang tak bisa mengendalikan tata ruang wilayahnya.

"Mereka tidak sanggup mencegah konversi lahan hijau di sana sebagai area konservasi. Akhirnya jalan pintas ditempuh, yakni melakukan pemutihan lahan dari sebelumnya area konservasi air menjadi kawasan komersial," ungkap Bernardus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau