Namun, betapa pun besarnya utang dan buruknya kinerja keuangan, Bakrieland Development tetap sanggup bertahan. Apa dan bagaimana trik mereka bisa memperpanjang napas bisnisnya sekaligus menganulir kehadiran "sakratul maut"?
Direktur Pengembangan PT Bakrieland Development, Agus J Alwi, menjelaskan secara gamblang mengenai trik perusahaannya bisa luput dari kebangkrutan dan bertahan di tengah perlambatan pertumbuhan sektor properti kepada Kompas.com, seusai seremoni Tutup Atap Ruby Tower dan Serah Terima Kunci Orange Tower Apartemen Sentra Timur, Sabtu (8/2/2014).
Menurut Agus, pasca-obral aset lahan di Rasuna Epicentrum dan Sentul senilai Rp 3,1 triliun, pihaknya langsung melakukan langkah konsolidasi, dan mengerem investasi jorjoran seperti yang pernah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya.
"Sekarang lebih konsolidasi, tidak akan jorjoran investasi. Bisnis air minum, tol, dan yang bukan kompetensi Elty dilepas. Kami lebih fokus pada properti, dan lebih spesifik lagi properti yang menghasilkan high return seperti landed residential dan apartemen menengah," jelasnya.
Hasil penjualan aset lahan kemudian dibelanjakan lahan di Sidoarjo, Jawa Timur, seluas 500 hektar. Kenapa memilih Sidoarjo yang identik dengan "dosa" Bakrie? Bukankah sama saja dengan bunuh diri?
"Bisnis properti adalah bagaimana memanfaatkan opportunity. Jika terus ngotot membangun properti di pusat Kota Jakarta, seperti Rasuna Epicentrum dengan harga lahan yang sudah tinggi, kami tidak bisa mengharapkan gain yang sama tinggi," imbuhnya.
Oleh karena itu, kata Agus, Elty memilih opsi ekspansi ke daerah. Jika dengan uang Rp 40 juta hingga Rp 60 juta belanja lahan di lokasi premium Jakarta (tepatnya Rasuna Epicentrum) hanya bisa mendapatkan satu meter persegi, maka di Sidoarjo bisa berhektar-hektar.
"Lagi pula, pertumbuhan harga lahan dan properti di Jakarta sudah cenderung stuck karena nilainya sudah tinggi. Nah, dengan merambah area garapan baru, kami bisa menciptakan pertumbuhan yang sangat menjanjikan dengan pengembangan properti terintegrasi," papar Agus.
Agus menambahkan, jika lahan sudah dikuasai, maka langkah selanjutnya untuk menjaga aset tidak stagnan adalah merekayasa tiga "P", yakni place (tempat), product (produk), dan price (harga). Ketiga "P" ini harus disesuaikan dengan kondisi pasar, pasokan, dan permintaan sehingga formula yang dihasilkan akan tepat dan menguntungkan.
"Karenanya, kami tak pernah khawatir. Semua produk yang kami bangun selalu sesuai dengan kebutuhan pasar," cetusnya.
Untuk diketahui, selain membangun perumahan di Sidoarjo, Elty akan membangun apartemen menengah di Bintaro, Tangerang Selatan; klaster baru di Kota Bogor dan Sentul, Kabupaten Bogor; serta resor, vila, dan hunian eksklusif seluas 100 hektar di Kalianda, Lampung.
Guna mendanai ekspansi bisnisnya tersebut, Elty menempuh rekayasa finansial dengan komposisi 30 persen dana sendiri serta 70 persen pinjaman perbankan.
"Kami berharap proyek-proyek baru yang akan datang bisa berkontribusi terhadap target penjualan senilai Rp 3 triliun. Tahun lalu kami mampu membukukan Rp 2,7 triliun per September," cetus Agus.
Selain ekspansi ke daerah, saat ini Elty masih memiliki aset lahan eksklusif dan premium di Rasuna Epicentrum seluas 11 hektar dari total 53 hektar konsesi pengelolaan.
Dari total 53 hektar tersebut, lebih dari separuhnya telah dikembangkan, sedangkan 10 hektar dilepas kepada investor dan pengembang lain untuk membayar utang dan belanja lahan. Sementara lahan seluas kurang dari 1 hektar masih berstatus BOT dengan Pemprov DKI Jakarta dan 10 hektar lainnya akan dikerjasamakan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.