Pasalnya, jika kelak pencakar langit yang masuk dalam kategori supertall ini rampung, maka Pertamina Energy Tower akan menempati posisi 9 tertinggi di dunia. Bersanding dengan penantang angkasa lainnya, yakni CTF Guangzhou di China dengan ketinggian yang sama yakni 530 meter, One World Trade Center Newy York, Amerika Serikat, setinggi 541 meter dan juga Goldin Finance 117 Tianjin China, 597 meter.
Namun, pembangunan pencakar langit tersebut dianggap bukan sekadar adu ketinggian, melainkan sebuah kebanggaan dan juga implementasi efisiensi di sektor perkantoran.
Menurut Managing Director Pandega Desain Weharima, arsitek sekaligus mitra lokal Smallwood, Reynolds, Stewart, Stewart and Associates Inc. (desainer Signature Tower Jakarta/STJ), Tiyok Prasetyoadi, konsep pembangunan vertikal, dapat mereduksi penggunaan lahan terbuka hijau.
"Konsep pembangunan pencakar langit merupakan kombinasi paripurna untuk kemajuan teknologi, modernitas, dan etos kerja manusia. Jadi, tidak sebatas merepresentasikan unjuk kekuatan, ketinggian dan prestis sekaligus reputasi, melainkan simbol budaya dan juga bagaimana dapat memudahkan manusia penggunanya," papar Tiyok kepada Kompas.com, Senin (9/12/2013).
Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan mengatakan, menara kebanggaan milik Pertamina ini rencananya akan berfungsi sebagai kantor pusat Pertamina dan anak-anak usahanya dengan kapasitas 23.000 pekerja.
"Pembangunan gedung ini harus dapat menjadi jembatan Pertamina sebagai perusahaan energi terbesar di Asia Tenggara pada 2025. Pertamina harus menjadi ASEAN Energy Champion pada 2025, maka dari itu Pertamina butuh kegesitan dan efisiensi," imbuhnya.
Kehadiran Pertamina Energy Tower menjadi salah satu faktor pendukung yang dapat meningkatkan kinerja pekerja Pertamina.
Selain itu, Pertamina Energy Tower juga harus menjadi lambang energi, yaitu semua potensi energi terbarukan harus bisa dimanfaatkan gedung ini.
Sementara Executive Director Council on Tall Buildings and Urban Habitat, Antony Wood berpendapat secara teknis, demografis, dan politis, Jakarta, potensial memiliki 1 hingga 3 supertall (gedung dengan ketinggian di atas 300 meter)."Namun, sebelum membangun supertall, Jakarta seharusnya konsentrasi pada masalah mendasar yang sangat krusial yakni perbaikan dan penambahan insfrastruktur. Mengembangkan transportasi publik yang terintegrasi jauh lebih penting ketimbang pencakar langit," tandas Antony.
Jakarta sebagai salah satu metropolitan yang ingin diakui dunia, tertinggal 15 tahun dari Kuala Lumpur dan 10 tahun dari Bangkok dalam hal kemajuan transportasi publik. Jika kondisi infrastruktur seperti saat ini, lanjut Antony, kehadiran supertall menjadi mubazir. Keindahan arsitektural gedung tidak bisa dinikmati secara visual oleh publik, karena mereka mengalami kesulitan untuk mendatangi tempat ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.