Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kota Layak Huni, Bila Kebutuhan Publik Terpenuhi

Kompas.com - 04/11/2013, 15:51 WIB
Tabita Diela

Penulis

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Kota laik huni (livable city) adalah kota yang mampu membuat warganya aman dan nyaman tinggal di kota tersebut.

Demikian Marketing Manager Professional Comercial & OEM Philips Lighting Commercial, Danny Gunadi, mengutarakan pendapatnya kepada Kompas.com, Sabtu (2/11/2013).

"Salah satu indikator terpenting adalah, kebutuhan publik dapat terpenuhi. Termasuk di antaranya ruang-ruang publik yang menjadi sarana untuk bersosialisasi, berinteraksi dan juga melakukan eksperimen kegiatan seni, budaya, ekonomi dan lain-lain," imbuh Danny.

Pihaknya, lanjut Danny, akan terus mendukung terciptanya kota laik huni dengan melakukan kegiatan revitalisasi berbagai landmark (tengara kota). Upaya tersebut seperti penyediaan solusi hemat energi, serta perbaikan fasilitas melalui program Kota Terang Hemat Energi. Upaya ini diharapkan mampu "menghidupkan" kota, memudahkan penduduknya beraktivitas, bahkan menarik investor.

"Lebih lagi, dapat memanusiakan manusia di dalam kota besar yang semakin padat untuk hidup dengan kualitas memadai," tandasnya.
Program Kota Terang Hemat Energi yang diinisiasi oleh Philips Indonesia tersebut ternyata bisa menjadi awal pembangunan kota ideal.

Head of Marketing Lighting PT Philips Indonesia, Ryan Tirta Yudhistira, mengklaim, selain mengampanyekan produknya, efek lebih luas dari program Kota Terang Hemat Energi tersebut memberikan rasa aman dan menambah keindahan kota. Dua hal ini merupakan indikator kota ideal laik huni.

"Surabaya memiliki monumen Tugu Pahlawan. Dulu gelap, kini menjadi lebih cantik, terang dan aman. Kami melakukan inisiasi untuk pencahayaan sekitar kompleks tugu menjadi lebih terang dan aman. Pencahayaan kami monitor. Dengan tampilan baru tersebut, kompleks Tugu Pahlawan menjadi ruang publik yang menarik dikunjungi," ujar Ryan.

Ryan menambahkan, program Kota Terang Hemat Energi memang dilaksanakan di pusat-pusat kota ideal. Mulai dari Monas di Jakarta hingga Alun-alun Utara DIY Yogyakarta. Tujuannya tak lain adalah agar pengaruh yang ditimbulkan lebih besar bagi penduduk dan kota tersebut.

"Dengan kata lain, membangun kota ideal bisa dimulai dari hal yang tampak sepele, seperti menyediakan pencahayaan memadai di ruang-ruang yang bisa diakses secara luas oleh publik," kata Ryan seraya menambahkan setelah Yogyakarta, tengara kota lainnya yang akan didandani adalah Gedung Sate atau Lapangan Gasibu, Bandung.

Setiap landmark yang diberi pencahayaan oleh Philips Indonesia akan mendapat perhatian khusus dari perusahaan tersebut. "Ada monitoring-nya. Setiap kota (kami) bekerja sama dengan pemerintah setempat selama tiga bulan mengevaluasi listrik, keamanan, biar tidak rusak. Setelah tiga bulan, dievaluasi lagi," ujarnya.

Dalam jangka waktu tiga bulan, Philips Indonesia akan meminjamkan seperangkat lampu berteknologi LED dan keperluan pencahayaan lain kepada pemerintah daerah setempat. Setelah itu, pemerintah setempat akan diberikan pilihan untuk membeli perangkat tersebut. Karena sejauh ini pencahayaan mampu meningkatkan kualitas hidup penduduk setempat, maka umumnya pemerintah setempat setuju membeli dan menggunakan untuk seterusnya.

Menurut riset yang dilakukan Philips, konsumsi listrik yang digunakan untuk pencahayaan mencapai 19 persen dari keseluruhan penggunaan setiap tahunnya. Pencahayan juga memproduksi 1,9 miliar ton emisi CO2 di seluruh dunia.

Ryan menambahkan, menggunakan pencahayaan berbasis LED tidak hanya akan memberikan kesempatan bagi pemerintah setempat untuk mempercantik kota, namun juga membantu penghematan energi hingga 85 persen. Lampu LED pun tahan selama 15 tahun.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau