Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duh... Tangerang Dikuasai Pengembang Besar!

Kompas.com - 05/10/2013, 21:28 WIB
Tabita Diela

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Berbicara mengenai kota-kota satelit di sekeliling DKI Jakarta, kita akan menemukan garis merah yang sama. Kerumitan di tiap-tiap kota, yang disebabkan oleh munculnya kawasan kumuh, kemacetan, dan kurang tersedianya infrastruktur.

Sebenarnya, kerumitan-kerumitan itu bisa dibenahi satu per satu. Pemimpin di area tersebut hanya perlu keberanian dan strategi untuk melakukannya, tidak terkecuali pada Kota Tangerang.

Memang, hal ini jauh lebih mudah diucapkan ketimbang dilakukan. Menurut pengamat dan peneliti perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, Kota Tangerang sebetulnya bisa mengurai kerumitan di kota tersebut dengan membangun rumah susun (rusun) murah. Rusun  murah ini bisa menampung para pekerja pendatang yang mendulang rezeki di kawasan tersebut.

"Bagaimana sih walikotanya?" tanya Yayat sembari menghela napas kepada Kompas.com, Sabtu (5/10/2013).

"Harusnya dia (walikota) merangkul pengembang besar, menjaga keharmonisan, sinergisitas untuk bangun rumah bagi penduduk yang tidak punya rumah seperti para buruh. Ini perlu agar bisa mengurangi kawasan kumuh. Kawasan kumuh berkurang, macet berkurang, kawasan banjir berkurang. Setelah itu, bantu dengan angkutan umum yang baik. Buruh bisa menggunakannya untuk mobilitas bekerja. Sehari-hari, beban dari (lalu-lintas) pabrik bisa berkurang," tambah Yayat.

Yayat mengakui, tidak mudah membuat rusun di Kota Tangerang. Menurutnya, Kawasan Tangerang saat ini masih dimiliki oleh pengembang-pengembang besar. Hal ini bisa memicu adanya eksklusivitas pada satu area.

"Bisa jadi, satu area begitu maju dan modern, sementara di luar itu jauh tertinggal, kumuh dan tidak terawat. Sudah saatnya pengembang besar dengan kewajiban Undang-Undang No 1 Kawasan Permukiman wajib membangun permukiman sederhana dalam konsep rumah susun sewa," ujar Yayat.

Yayat sekedar mengingatkan, jangan sampai Kota Tangerang mengulang kesalahan DKI Jakarta. Jakarta memiliki permukiman yang semakin padat dan tidak mampu membendung tingkat kepadatan dan kekumuhannya. Efeknya, bencana-bencana yang terjadi, seperti kebakaran, sulit diatasi.

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Umum Apersi Eddy Ganefo. Dalam kesempatan terpisah, Eddy mengungkapkan tingginya harga tanah di Kota Tangerang saat ini. Karena itu, pengembang anggota Apersi yang mengemban tugas membangun rumah-rumah bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) mengalami kesulitan.

"Kebanyakan dikuasai pengembang besar perizinannya sehingga pengembang lain tidak bisa dapat izin walau tanahnya mereka beli," tutur Eddy.

Terkait itu, Eddy hanya menitipkan pesan kepada walikota Kota Tangerang yang baru.

"Permudah perizinan, persingkat birokrasinya, dan siapkan land banking," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau