Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rumah Baru Mahal, Beli Rumah Bekas Saja!

Kompas.com - 04/10/2013, 10:44 WIB
Oleh: Tjahja Gunawan Diredja

KOMPAS.com - Pada umumnya orang mengeluhkan harga rumah baru yang semakin tidak terjangkau. Namun, meskipun mengeluh, pada akhirnya orang terpaksa harus membeli rumah atau apartemen untuk tempat tinggal. Apalagi, bagi mereka yang sudah berkeluarga, memiliki tempat tinggal merupakan suatu keharusan.

Kenaikan harga rumah saat ini tidak bisa dikeluhkan terus-menerus karena harga properti di Indonesia akan terus naik dan kebutuhan akan rumah terus meningkat. Kenaikan harga rumah di Indonesia, terutama di kota-kota besar, ibarat deret ukur, kenaikannnya cepat dan berkali-kali lipat. Sebaliknya, kenaikan pendapatan masyarakat seperti deret hitung.

Kenaikan harga properti, khususnya rumah, sangat tinggi karena terdapat gap yang besar antara pasokan dan permintaan. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), masyarakat yang belum memiliki rumah sebanyak 15 juta orang. Sementara kebutuhan setiap tahun mencapai 800.000 sampai 1 juta unit rumah.

Adapun pasokan rumah hanya berkisar 200.000-300.000 unit per tahun. Mereka yang telah menikah atau berkeluarga biasanya lapisan masyarakat yang paling membutuhkan rumah untuk tempat tinggal.

Namun, bagi sebagian kalangan, terutama mahasiswa, adakalanya mereka sudah mempunyai apartemen di dekat kampusnya karena sengaja dibelikan oleh orangtua mereka.

Bagi mereka yang memiliki dana terbatas, tetapi tidak mampu membeli rumah baru, bisa juga membeli rumah bekas. Namun, membeli rumah bekas tidak berarti lebih murah dibandingkan dengan rumah baru. Hal itu sangat ditentukan oleh lokasi rumah itu berada.

Tentu, ada kekurangan dan kelebihan tinggal di rumah baru dan rumah lama atau bekas (second). Tinggal di rumah baru sama dengan tinggal di kawasan yang juga baru. Komunitas penghuni dan warganya belum terbentuk. Sementara di rumah lama atau bekas, biasanya berada di lingkungan yang sudah terbentuk.

Ada juga orang yang memilih untuk meninggalkan rumah di lingkungan lama, lalu pindah ke kawasan baru dengan membangun rumah baru di kapling lahan kosong. Toto Sugiarto, seorang pensiunan TNI AD, misalnya, memilih menjual rumah lamanya di kawasan Bintaro kemudian pindah ke kawasan BSD City dengan membangun sendiri rumah di lahan yang telah dibeli sebelumnya.

Demikian pula Bambang SP, seorang pensiunan sebuah karyawan perusahaan swasta, memilih menjual rumahnya di kawasan Kebon Jeruk Jakarta, kemudian membeli rumah bekas di Kawasan BSD City.

Kemudian Bambang merenovasi rumah bekasnya itu. Kedua orang pensiunan tersebut memilih menjual rumah lamanya, antara lain, karena pertimbangan pragmatisme.

Desain rumah minimalis

Sewaktu tinggal di Bintaro, Toto Sugiarto masih aktif bekerja dan mengabdi di dunia militer. Demikian juga anak-anaknya, masih sekolah sehingga bisa tinggal dalam satu rumah. Dia memutuskan pindah rumah ke BSD karena selain sudah pensiun juga anak-anaknya telah berkeluarga dan masing-masing telah memiliki rumah.

Rumah baru Toto di BSD dibangun sendiri di kapling tanah kosong yang sudah dia beli sejak lama di sana. Langkah yang hampir sama dilakukan Bambang SP. Begitu memasuki masa pensiun, dia praktis tinggal berdua bersama istrinya, sedangkan anak-anaknya sudah berkeluarga dan sudah keluar dari rumah orangtuanya.

Lalu dia memutuskan membeli rumah bekas di BSD City. Sebelum ditempati, Bambang terlebih dulu merenovasi rumah lamanya itu. Sekarang dia bisa tinggal di rumah lama tapi baru yang asri di pinggir sungai dekat dengan masjid sehingga bisa lebih khusyuk beribadah kepada Tuhan.

Toto Sugiarto sengaja membangun rumahnya dengan desain rumah minimalis. Dalam enam tahun terakhir ini, desain rumah minimalis banyak diminati masyarakat dan dikembangkan para pengembang perumahan.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau