Namun demikian, saat perekonomian memburuk yang dipicu perkasanya nilai kurs mata uang dollar AS, daya tahan sektor properti Indonesia tengah diuji. Akankah terpuruk seperti halnya saat krisis yang terjadi pada 1997/1998? Atau sebaliknya, justru tahan banting?
Senior Associate Director and Head of Research & Advisory Cushman & Wakefield Indonesia, Arief N Rahardjo, crash akan datang lebih cepat ketimbang yang bisa diperkirakan. Pasar perumahan dan kondominium merupakan yang paling awal terkena dampaknya.
"Perumahan dan kondominium khususnya kelas menengah atas akan terkena pengaruh paling signifikan. Disusul kemudian sektor perkantoran baik strata maupun sewa sama-sama memiliki potensi memburuk," jelas Arief kepada Kompas.com, Rabu (28/8/2013).
Perkantoran sewa, lanjut Arief, nasibnya akan sangat ditentukan oleh rencana strategis perusahaan penyewanya apakah akan memperpanjang masa sewa atau tidak. Sebaliknya, perusahaan yang menyewa ruang-ruang besar juga akan menghitung ulang, apakah akan tetap bertahan dengan ruang sewa sekarang atau justru memangkasnya menjadi ruang lebih kecil. Sementara untuk perkantoran strata, para pembeli akan berpikir ulang bahkan tidak tertutup kemungkinan menunda pembelian.
"Namun begitu, selama pengembang dapat mempertahankan pra komitmen dari calon penyewa dan pembeli, sektor perkantoran masih tetap aman. Pasok perkantoran yang akan masuk pasar pada 2014 mendatang, sudah meraup pra komitmen dengan persentase signifikan," ungkap Arief.
Sementara itu, untuk Kawasan Industri, potensi "kaburnya" perusahaan-perusahaan asing yang dimiliki secara mayoritas atau berbasis di Amerika Serikat, sangat kecil. Mereka akan mempertahankan bisnisnya di sini, apalagi bila itu merupakan profit center-nya.
Menurut Presiden Direktur dan CEO Lippo Cikarang, Meow Chong Loh, kawasan industri memang akan melemah hingga 2013 mendatang. Permintaan tidak sekuat tahun lalu. Namun, terpuruknya nilai tukar Rupiah tidak sampai membuat perusahaan-perusahaan hengkang dari kawasan industri.
"Secara langsung (direct impact) untuk kawasan industri tidak ada, kami masih menawarkan lahan seluas 3.000 meter persegi hingga 5.000 meter persegi dengan harga jual Rp 2 juta per meter persegi kepada investor, dan masih ada respon. Akan tetapi untuk industri konsumsi yang berbasis barang impor akan sangat buruk paparan dampaknya," imbuh Meow seraya menambahkan pihaknya masih mampu mencetak Rp 1,2 triliun dari target Rp 2,4 triliun penjualan.