Memang, sang arsitek memerlukan waktu bertahun-tahun hanya untuk mempelajari lokasi. Tampaknya, inilah yang seharusnya dilakukan oleh seorang arsitek. Terlebih, jika dia menginginkan hasil yang sempurna bagi kreasinya.
Arsitek asal Denmark Jesper Brask memerlukan waktu selama tiga tahun untuk mempelajari lokasi sebelum membangun rumah musim panas ini bagi keluarganya. Brask membeli lahan seluas 4.046,8m2 di Hald Strand, satu jam perjalanan dari rumah mereka di North Zealand, di utara Copenhagen, Denmark.
Ia membeli tanah tersebut pada 2003 lalu. Hingga saat ini, area sekeliling rumah masih menyimpan pepohonan lebat. Padahal, Brask sudah menebang 150 pohon pinus Austria agar mampu membangun rumahnya di lokasi.
"Membutuhkan waktu tiga tahun untuk mendapatkan nyawa tempat ini, untuk merasakan atmosfernya dan mendapatkan ide yang tepat bagi rumah tersebut," ujar Brask.
"Menghabiskan waktu sebanyak itu di alam pada lokasi pembangunan benar-benar memberikan pengaruh pada cara saya mendesain tumah tersebut," tambahnya.
Tiga tahun bukan waktu yang sebentar. Brask dan keluarganya pun tidak menyia-nyiakan waktu mereka. Setelah begitu lama "mencari inspirasi", keluarga ini benar-benar mengenal area rumah musim panas mereka. Brask mengetahui bagaimana arah "pergerakan" matahari di lokasi pada saat musim panas.
Rumah berkonsep ruang terbuka (open plan) ini berukuran 92,9m2. Rumah tersebut memiliki studio terpisah berukuran 37,2m2 tidak jauh dari rumah utama.
Brask berusaha sebisa mungkin menggunakan kayu pinus yang dia tebang di lokasi sebagai material pembangun rumah. Dengan kata lain, Brask berhasil menggunakan material lokal dan meminimalisir jejak karbonnya. Selain kayu, Brask juga menggunakan baja, kaca, dan batu bata untuk membangun rumah peristirahatan ini.
Secara visual, siapapun dapat melihat cerobong asap sebagai elemen yang paling menonjol di tengah-tengah rumah peristirahatan tersebut. Menurut Brask, inti dari rumah berkonsep ruang terbuka tersebut memang cerobong asal yang ada di tengah-tengah rumah.
Cerobong tersebut menjadi muara bagi asap dari tiga perapian, sebuah oven konvensional, dan sebuah oven pizza. Tiga pipa yang tampak mencuat dari cerobong asap menjadi salah satu karakter rumah peristirahatan ini. Selain cerobong tersebut, atap yang tampak miring 78 derajat, dan kaca-kaca berukuran besar juga menjadi ciri khasnya.
Meja itu sendiri sama seperti dinding yang mengelilinginya, juga dibuat dari kayu pinus di lokasi. Setiap elemen di dalam rumah ini saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Keterhubungan ini juga dibawa hingga studio yang berada tidak jauh dari rumah utama.
Brask menyatakan bahwa kedua bangunan terpisah tersebut "disatukan oleh baja, kayu, dan sudut yang sama, studio memiliki proporsi lebih kecil." Menurut dia, anak-anaknyalah yang suka menggunakan studio tersebut.
"Ketiganya membantu saya membangun rumah ini, dan mereka tumbuh di sini, di antara pepohonan," ujarnya.
Sumber: http://www.dwell.com
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.