MANILA, KOMPAS.com - Tak seperti Indonesia dengan pendorong utama kelas menengah, pertumbuhan sektor properti Filipina yang stabil sejak krisis keuangan dunia pada 2008, justru didorong oleh aliran devisa negara yang dikirim jutaan warganya (Tenaga Kerja Filipina) yang bekerja di luar negeri serta industri business process outsourcing (BPO) yang terus berkembang.
Catatan Jones Lang Lasalle (JLL), seperti dikutip Wall Street Journal, menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan BPO dengan cepat menempati ruangan baru bahkan sebelum perkantoran tersebut selesai dikerjakan. Tahun lalu, permintaan ruang kantor mencapai 480.000 meter persegi dibanding tahun-tahun sebelumnya dengan angka rerata 400.000 meter persegi.
Direktur Leasing Proyek JLL, Sheila Lobien, mengatakan tingkat hunian di Manila mencapai lebih dari 90 persen. Sementara itu, harga sewa ruang kantor di distrik keuangan Makati mendekati capaian pada 2008 sebesar 1.400 peso per meter persegi (Rp 320.883). Tahun 2009, sekitar 600 peso (Rp 137.521), menyusul krisis keuangan global. Namun, sejak itu, kondisi telah pulih dan kini mencapai 1.200 peso (Rp 275.042) per meter persegi.
Meski demikian, harga sewa ruang kantor Manila di Asia termasuk yang termurah, di bawah Bangalore dan Chennai.
Dalam urusan permukiman, kian banyaknya TKF, mendukung pasar terkait pembangunan hunian vertikal. JLL menaksir antara 2013 hingga 2018, sekitar 149.920 unit kondominium akan tersedia di pasar. Sekitar 55 persen di antaranya ditujukan untuk memenuhi pasar kelas menengah dengan harga berkisar 1,5 juta peso (Rp 343,8 juta) hingga 3 juta peso (Rp 687,6 juta).
TKF membawa pulang 21 miliar dollar AS (Rp 210,6 triliun), sementara industri BPO tahun lalu menangguk 13 miliar dollar AS (Rp 130,3 triliun).
Pariwisata Penopang Properti
Menurut David Leechiu, Direktur Internasional JLL Filipina, selain BPO dan TKF, sektor pariwisata berpotensi menjadi penopang ketiga yang bisa ditumbuhkan pemerintah untuk menyokong perekonomian. Dengan catatan, pemerintah menumbuhkan secara serius sektor ini.
Bukan tanpa alasan, sebab pada 2012, negara ini berhasil menarik 4,27 juta pelancong asing dan menangguk 4 miliar dollar AS (Rp 40,1 triliun). Mereka berharap dapat mengerek angka itu hingga 5,5 juta tahun ini dan 10 juta saat Presiden Benigno Aquino III mengakhiri masa jabatannya pada 2016.
Menurut Leechiu, pemerintah harus memperhatikan infrastruktur transportasi dan masalah keamanan guna menarik lebih banyak turis ke Filipina yang jumlah keseluruhan jauh lebih rendah ketimbang Thailand (22,34 juta), Malaysia (25,03 juta), dan Indonesia, 8,05 juta pada 2012.