Associate Director Century 21 Suherman mengatakan saat ini masih terjadi keseimbangan. Pengembang belajar banyak dari kenaikan-kenaikan tarif BBM sebelumnya.
"Mereka tetap membangun properti, namun disertai dengan strategi penjualan yang dapat menarik minat pasar. Karena pada saat bersamaan, kondisi pasar tengah dalam momentum menunggu," ujar Suherman kepada Kompas.com di Jakarta, Rabu (3/7/2013).
Strategi pengembang tersebut antara lain kemudahan pembayaran berupa perpanjangan cicilan uang muka, subsidi bunga dan harga jual yang lebih kompetitif.
Menurut Direktur Marketing Agung Podomoro Land, Mathius Jusup, kenaikan BBM justru merupakan kendali untuk mengerem laju pertumbuhan harga properti yang selama ini dikhawatirkan.
Pasar, terutama kelas menengah yang ceruknya paling besar, justru melakukan aksi penundaan pembelian. Selain itu, momentum natural seperti Ramadhan dan Lebaran secara tidak langsung menyelamatkan sektor properti Indonesia dari tekanan.
"Setelah Lebaran, sektor properti akan pulih (recovery). Untuk properti primer tidak akan terkoreksi karena selalu memimpin dan dibutuhkan pasar," papar Mathius.
Namun demikian, Mahius tak menampik, jika di beberapa lokasi tertentu, terjadi gejala koreksi harga sebesar 15 persen, karena pertumbuhannya sebelum kenaikan BBM, dikondisikan terlalu tinggi.
Akan tetapi, baik Suherman maupun Mathius sepakat, bahwa koreksi harga hanya terjadi ketika dampak kenaikan BBM mulai meluas dan pasar didominasi spekulan atau pembeli yang bermotif investasi.
"Dampak langsung kenaikan BBM hanya sebesar 6 persen, itu pun terhadap komponen material bangunan. Tanpa meningkatkan harga jual karena perubahan BBM pun, pengembang masih meraup keuntungan 30 sampai 40 persen," jelas Suherman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.