"Dari dulu, kalau ada kenaikan BBM tidak signifikan sebenarnya. Pengembang tidak akan langsung menaikkan harga. Sekitar tiga hingga enam bulan baru menaikkan harga. Kenaikan itu bisa di-cover oleh pengembang, mereka tidak akan rugi. Sementara ini, mereka akan menghentikan pengembangan dan menghabiskan stok," ujar pengamat properti Ali Tranghada di Jakarta, Kamis (20/6/2013) malam.
Hal senada juga disampaikan pemilik Grup Agung Podomoro Trihatma Kusuma Haliman. Menurut dia, harga properti sudah naik sebelum (kenaikan) BBM. Hal itu juga terjadi tahun lalu.
"Jadi, kalau harga material naik, dampaknya tidak signifikan dibandingkan dengan tingginya harga tanah. Tapi, masih terukurlah," ujar Trihatma.
Namun, meski tidak akan berpengaruh banyak, kedua tokoh ini mengkhawatirkan ketidakmampuan warga menengah ke bawah memperoleh rumah. Selain itu, pengurangan subsidi BBM yang mengakibatkan kenaikan harga tersebut akan memperbesar ketimpangan sosial. Hal ini tentu akan memicu lebih banyak polemik di masyarakat.
"Saya mengkhawatirkan penduduk kelas middle low. Ketimpangan sosial akan semakin lebar. Saya berharap pemerintah segera memikirkan cara memberikan keringanan pada masyarakat kelas ini. Seperti misalnya, keringanan pajak," katanya.
Sementara pengamat properti Ali Tranghada juga menyoroti solusi yang ditawarkan Kementerian Perumahan Rakyat. Ia berharap Kemenpera tidak membuat kebijakan yang salah arah.
"Saya dengar Kemenpera akan menaikkan harga rumah. Itu aneh. Di satu sisi Kemenpera ingin meningkatkan daya beli, tapi harga dinaikkan. Itu wacana yang hanya populis. Kalau sampai dinaikkan, itu kebijakan konyol," ujar Ali.
"Bagi masyarakat kelas menengah bawah, kalau harga naik karena BBM, sampai kapan terkejarnya?" tambahnya.
Ali juga menyoroti soal masalah terbesar di Indonesia, yaitu ketiadaaan persediaan tanah milik pemerintah atau landbank. Ia mengaku menyesalkan cara pemerintah yang mematok target pembangunan rumah hingga 121.000 unit. Seharusnya, angka sebanyak itu dipenuhi sendiri oleh yang empunya target.
"Pengembang sebagai pihak swasta yang ingin membantu, saat ini justeru didorong sebagai pemenuh target utama. Pola pikir itu saat ini sudah salah," kata Ali.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.