Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

36 Tahun, KPR Tetap "Anak Emas" BTN

Kompas.com - 17/12/2012, 12:14 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Di tengah berkembangnya industri properti sebagai salah satu lokomotif pertumbuhan ekonomi Indonesia, skema Kredit Pemilikan Rumah atau KPR tetap menjadi "anak emas" untuk pembiayaan perumahan, terutama untuk kalangan menengah bawah. Tahun ini misalnya, KPR yang diluncurkan Bank BTN genap berusia 36 tahun dan masih menjadi tulang punggung bisnis pembiayaan perumahan di Indonesia.  

Direktur Utama PT BTN Tbk Iqbal Latanro di Bogor, Sabtu (15/12/2012) mengungkapkan, sejak lahir 36 tahun silam hingga sekarang, KPR telah menjadi peranti konsumen untuk memudahkan sistem pembayaran untuk memiliki rumah layak terjangkau. Hadirnya skema KPR, lanjut dia, tak bisa dilepaskan dari sejarah keberadaan Bank Tabungan Negara (BTN) itu sendiri.

Tercatat, sampai 30 September 2012 lalu, BTN telah mewujudkan lebih dari 3 juta unit hunian dengan total kredit lebih dari Rp 82 triliun. Dengan angka realisasi tersebut, BTN tercatat masih menjadi wadah penyaluran pembiayaan KPR terbesar di Indonesia dengan market share 24, 82%.

"Karena itu, kami terus berupaya memberikan peran untuk memenuhi kebutuhan hunian masyarakat. Ini sekaligus menjawab kebutuhan Pemerintah dalam program pembangunan perumahan nasional," ujar Iqbal.

Merealisasikan KPR, kata Iqbal, juga ikut mendorong tumbuhnya ekonomi kerakyatan. Hal itu, menurutnya, karena pembiayaan perumahan bersentuhan dengan 114 industri padat karya.

Pendapat tersebut diamini oleh Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo. Eddy mengatakan, imbas berkembangnya bisnis KPR tidak hanya berdampak positif bagi masyarakat sebagai konsumen. Kalangan pengembang juga mengakui, KPR BTN telah menjadi "darah" yang mengalirkan kehidupan bagi bisnis perumahan di segmen menengah ke bawah atau Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

"Pengembang kecil bisa berkembang menjadi besar tidak terlepas dari keberadaan KPR BTN, karena sangat membantu pengembang menjalankan bisnis, khususnya pengembang yang membangun rumah untuk MBR, karena 95 persen konsumen MBR membeli rumah dengan cara kredit," jelas Eddy.

Eddy mengatakan, KPR BTN memang membantu masyarakat memiliki hunian layak, khususnya MBR. Karena pada dasarnya, MBR memang masyarakat yang kurang kemampuannya untuk membeli rumah secara tunai.

"Bahkan, masyarakat menengah dan atas pun banyak yang membeli rumah atau hunian mewah dengan tetap menggunakan skema KPR," ujar Eddy.

"Kalau KPR tidak ada, pertumbuhan bisnis perumahan dipastikan tidak akan berjalan baik seperti saat ini. Karena walau kebutuhan terhadap rumah besar, namun mereka tidak memiliki uang cukup untuk membeli secara tunai," tambahnya.

Hanya, Eddy menilai, skema KPR perlu terus dikembangkan sehingga bisa dimanfaatkan oleh semua lapisan masyarakat dari berbagai sektor pekerjaan mereka. Sebagai contoh, lanjut dia, KPR perlu dikembangkan hingga bisa menjangkau masyarakat yang bekerja di sektor nonformal.

"Selain itu, perlu ada skema khusus KPR untuk pekerja tetap yang telah memiliki skim Penambahan Uang Muka atau UM sehingga mereka tidak perlu lagi mengeluarkan UM tambahan," ujar Eddu.

Khusus untuk rumah bersubsidi, lanjut Eddy, sebaiknya tanpa UM atau paling tidak besaran UM diperkecil. Sementara demi membantu pekerja informal, sudah saatnya Bank Indonesia (BI) juga mengeluarkan regulasi yang bisa mengakomodir kebutuhan mereka. Pasalnya, secara de facto, pekerja informal sebenarnya memiliki kemampuan membayar UM dan membayar cicilan KPR.

Infrastruktur KPR

Besarnya peran KPR membantu masyarakat memiliki hunian kian terasa setelah banyak perbankan lain juga mulai meluncurkan skema kredit di sektor perumahan. Kendati demikian, Direktur BTN Irman Alvian Zahiruddin mengungkapkan, BTN tak merasa khawatir dengan fenomena banyaknya perbankan yang terjun ke bisnis KPR ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com