KOMPAS.com - Di kanan kiri trotoar terdapat gedung-gedung dengan langgam khas Jepang. Tidak banyak ornamen, tetapi banyak bermain mozaik dan simbol. Gedungnya dominan berbentuk bangunan kotak-kotak. Sebagian dengan gaya atraktif seperti tampak di kawasan Ginza yang bangunannya dimiring-miringkan, atau yang dindingnya penuh lubang. Lalu lubang-lubang itu ditutup kaca. Jadilah dinding gedung yang sangat istimewa dan hemat energi. Pemilik gedung tidak perlu meenggunakan banyak lampu.
Ada pula gedung-gedung yang khusus dibangun untuk menjadi ruang pamer merek-merek elit seperti LV, Prada, Hugo Boss, Salvatore Ferragamo, Ermenegildo Zegna dan sebagainya. Rata-rata berlantai delapan, gedung-gedung khusus itu umumnya dikitari taman, panggung kecil yang terbuat dari kayu (mirip kayu ulin), lalu tempat duduk yang terbuat dari marmer hitam. Bukan main Jepang ini, toko-tokonya selalu dikitari dengan aneka kembang, dan arena publik yang nyaman.
Gedung-gedung niaga, juga gedung-gedung perkantoran, berdampingan secara damai dan serasi dengan rumah-rumah warga. Tidak jelas, apakah gedung kantor atau toko-toko yang menyesuaikan diri, atau rumah-rumah penduduk yang menyesuaikan diri dengan gedung-gedung niaga. Yang jelas tampak di permukaan, otoritas Kota Tokyo mampu menjaga harmoni bangunan.
Hal yang menawan, di tiap jalan-jalan besar, selalu diapit lorong (gang) yang sungguh luar biasa. Lorong itu sih biasa saja, ada yang buntu dan ada yang menembus ke jalan lain. Yang membedakan lorong itu dengan lorong di negara lain termasuk di China, Hongkong, Singapura dan Indonesia ialah suasananya. Lorong di Jepang selalu amat sangat bersih. Tak ada selokan mampat, tak ada aroma tinja, tak ada tumpahan minyak (seperti banyak ditemui di China dan Hongkong), tak ada warga berpakaian tak sopan hilir mudik, tak ada pedagang kaki lima. Yang ada, rumah yang sederhana tetapi rapi dan bersih. Selokannya nyaris tak berair sebab selalu mengalir ke saluran induk. Tepian rumah warga dihiasi dengan kembang aneka warna yang wangi.
Di antara lorong-lorong itulah, kerap bisa didapati toko-toko khusus. Ada yang khusus menjual sepatu, khusus alat musik, garmen, pakaian khusus artis film dan sebagainya. Pengunjungnya tidak banyak, tetapi toko-toko ini sudah mempunyai pelanggan setia, sehingga bisa bertahan hidup kendati harga sewa gerai di Tokyo enam kali lebih mahal dibanding di Jakarta. Pemilik toko mengandalkan pelanggan yang puas untuk bercerita kepada calon konsumen Iainnya. Begitu seterusnya. Cara lain dengan menyewa orang, berteriak lirih di tepi lorong sambil menawarkan aneka komoditas yang diperdagangkan. Lucu juga cara orang Jepang ini menawarkan barang
Eksekutif Grup Agung Podomoro Veri YS yang bersama-sama Kompas dan ahli desain Toto keliling Jepang baru-baru ini menyatakan, ia kagum pada keserasian yang tercipta di Tokyo. Semua pedagang hidup berdampingan penuh damai dengan warga. Corak bangunan pun saling menyesuaikan dan saling melengkapi.
"Tidak ada pemandangan yang merusak pandang mata," kata Veri. "Semua serba harmonis." Veri menyatakan bisa belajar banyak dari Tokyo yang sangat fokus dan melakukan segala sesuatu serba terencana. Veri juga terkesan pada restoran-restoran Jepang yang dibangun secara sederhana tetapi bersih, tertata, dan atraktif. Duduk di restoran terasa nyaman. Koki memanggang daging dan kepulan asap tak terelakkan. Akan tetapi pengunjung sama sekali tidak terganggu asap. Pakaian tetap oke, tidak bau asap. Ini berbeda dengan sejumlah restoran di Jakarta. Baju pengunjung ikut dalam aroma asap. Suka tidak suka, balik ke kantor mesti mandi dan ganti baju.
Jepang, khususnya Tokyo bukan segala-galanya. Bukan pula yang nomor satu di dunia. Namun kita layak memberi apresiasi karena kota ini konsisten menjaga harmoni sejak ratusan tahun silam. Tokyo jarang berceloteh tentang kotanya. Tetapi pengunjung Tokyo bisa melihat sendiri betapa bersih dan sejuk kota berpenduduk 15 juta jiwa ini.
Para pengembang Indonesia kiranya perlu membuat proyek - proyek yang benar-benar pro lingkungan, pro harmoni bangunan dan menyejukkan. Masih banyak pengembang yang tidak mau tahu persoalan lingkungan, pokoknya untung. Banjir atau perumahan gersang, urusan warga, bukan pengembang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.