Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SVLK Ganggu Bisnis Furnitur, Pemerintah Diminta Sederhanakan Regulasi

Kompas.com - 11/03/2019, 20:07 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah aturan yang telah dibuat pemerintah dinilai masih belum mendukung bisnis ekspor dan impor furnitur dan kerajinan Tanah Air.

Pemerintah pun diharapkan dapat menyederhanakan regulasi yang ada.

Menurut Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Soenoto, salah satu regulasi yang cukup mengganggu yakni Sistem Verifikasi Legalisasi Kayu (SVLK).

"Itu seharusnya hanya boleh di hulu saja. Tapi di hilir, sebagai masyarakat furnitur, no need anymore SVLK," kata Soenoto di Jakarta, Senin (11/3/2019).

Baca juga: Pelaku Usaha Furnitur Butuh Dukungan Garansi Pasar dari Pemerintah

Saat ini nilai ekspor produk furnitur dan kerajinan Indonesia telah mencapai 2,5 miliar dollar AS atau setara Rp 35,73 triliun.

Dari jumlah tersebut sekitar 1,69 miliar dollar AS atau sekitar Rp 24,15 triliun di antaranya disumbangkan oleh sektor mebel.

Soenoto menilai, Indonesia memiliki potensi yang besar pada bisnis ini. Sebab, banyak bahan baku yang tidak ada di luar negeri, bisa ditemukan di Indonesia antara lain pelepah pisang, rotan, dan enceng gondok.

Bahan-bahan tersebut dinilai memiliki cukup kemampuan untuk diolah menjadi furnitur. Persoalan yang muncul justru pada keanekaragaman desain yang bisa dikembangkan.

Sementara, ketika pengusaha lokal mencoba memperkaya desain yang dimiliki, justru dipersulit dengan kebijakan di bea cukai.

Baca juga: China Jangan Dimusuhi, tapi Diajak Bermitra

"Sekarang di bea cukai, ada karantina, misalnya. Coba, ada sampel dari Jepang suruh masuk karantina. Padahal di Jepang tidak ada hutan," ungkap Soenoto.

"Ini regulasi sudah kolesterol, sangat berjibun. Sehingga jalannya juga angel (sulit)," imbuh dia.

Ia pun mengingatkan pemerintah agar menyederhanakan regulasi yang sudah ada. Kalaupun ingin membuat regulasi, setidaknya tidak menyulitkan para pengusaha.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau