JAKARTA, KOMPAS.com - Konsep smart city atau kota pintar semakin diminati di berbagai belahan dunia. Beberapa kota sudah menerapkan penggunaan teknologi informasi dalam pelaksanaannya.
Namun menurut Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Bernardus Djonoputro, konsep kota pintar tidak melulu tentang penggunaan teknologi informasi.
Dalam dunia perencanaan, smart city merupakan keseluruhan sendi kehidupan perkotaan yang efektif, efisien dan sesuai dengan daya dukung kotanya.
Baca juga: Smart City di Indonesia Baru Sebatas Slogan
"Jadi smart itu bukan soal TI," ujar Bernie kepada Kompas.com, Selasa (13/11/2018).
Bernie menuturkan konsep smart city seharusnya lebih ditekankan pada perencanaan dan visi pengembangan kota.
Perencanaan dan pengembangan tersebut melingkupi smart growth atau bagaimana sebuah kota menangani pertumbuhan penduduknya.
Kemudian ada smart services atau berbagai layanan manajemen perkotaan yang efisien dan efektif, murah, serta on-demand.
Selain itu, smart city juga harus memiliki kebijakan serta arah pengembangan politik kota yang benar.
"Dalam arti dia pro pada warga," imbuh dia.
Kebijakan ini juga termasuk dalam pengembangan desain kawasan yang baik. Perencanan kawasan tersebut meliputi seperti desain jalan, desain utilitas (air bersih, selokan, pengelolaan limbah), pengelolaan energi, dan lain sebagainya.
Jika kota tersebut tidak dapat menyediakan hal ini, maka dibutuhkan rencana struktur yang baru.
"Menyediakan pedestrian yang lebih besar, lebih banyak, dan semua pedestriannya mempunyai jalur untuk orang buta, itu smart," tambah Bernie.
Keempat adalah smart government dan smart bureaucracy. Kota pintar sudah seharusnya dijalankan oleh para pemangku kebijakan yang pintar dengan birokrasi yang efisien, yang didukung oleh peraturan dan kebijakan yang sesuai.
Kemudian, kota pintar juga harus bisa menjadikan masyarakatnya semakin pintar dan sadar akan tugasnya sebagai warga kota.