BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR

Membangun Asa Lewat Jembatan Desa

Kompas.com - 24/10/2018, 10:11 WIB
Kurniasih Budi,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Satu dekade yang lalu, warga Desa Babadan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah mesti turun ke sungai untuk menyeberang ke dusun tetangga.

Menyeberangi sungai dipilih warga yang ingin menempuh jarak lebih dekat dan relatif lebih cepat. Pilihan itu tentu saja mengancam keselamatan warga, apalagi bila arus air deras. Pilihan lain yang lebih aman adalah menapaki jalan darat dengan jarak yang lebih jauh.

Pada 2008, kondisi kampung itu terasa sepi bagai desa mati karena keterbatasan akses menuju luar wilayah. Namun, perubahan terjadi tahun ini. Warga Desa Babadan bisa melalui jembatan gantung Krinjing untuk keluar dan masuk wilayahnya.

Simbok-simbok yang mesti menggendong tenggok ke pasar tak lagi harus menempuh jalan berputar yang cukup jauh.

Begitu juga dengan anak-anak sekolah. Mereka bisa pergi menimba ilmu ke sekolah dengan jarak yang lebih dekat dan tentu saja lebih menghemat waktu.

Kondisi serupa dialami anak-anak di Desa Blabak Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Mereka bisa berlega hati karena tak lagi harus menyeberangi kali dengan banyak batu dan licin. Mereka tak lagi khawatir takut terpeleset dan terhanyut di kali karena di desanya telah dibangun jembatan gantung Mangunsoko.

Keberadaan jembatan gantung yang laik fungsi memang menjadi perhatian pemerintah. Dengan kondisi geografis Indonesia berupa kepulauan dengan banyak sungai serta banyak kontur wilayah yang naik turun, keberadaan jembatan gantung amat dibutuhkan.

Pemerintah pusat pun segera turun tangan melihat banyaknya jembatan gantung yang tak laik fungsi. Melalui Kementerian PUPR, pemerintah pusat membangun jembatan gantung, utamanya jembatan yang telah mengalami kerusakan.

Pabrikasi komponen jembatan gantung yang nantinya dirakit di lokasi pembangunan jembatan gantung di berbagai daerahDok. Humas Ditjen Bina Marga Kemen PUPR Pabrikasi komponen jembatan gantung yang nantinya dirakit di lokasi pembangunan jembatan gantung di berbagai daerah
Pada 2015, pemerintah membangun 10 jembatan gantung yang menghabiskan biaya Rp 41,72 miliar. Lalu, pada 2016 ada tujuh jembatan gantung yang menelan biaya Rp 19,31 miliar.

Sementara itu, pada 2017, pemerintah kembali membangun 13 unit jembatan gantung dengan anggaran Rp 38,28 miliar.

Pembangunan jembatan gantung juga masih menjadi program unggulan Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Bina Marga pada 2018. Tercatat, 134 jembatan gantung masuk dalam agenda kerja pemerintah tahun ini dengan anggaran Rp 770, 5 miliar.

Adapun jembatan gantung yang dibangun di dua desa di Kabupaten Magelang tersebut di atas telah rampung dan telah digunakan oleh masyarakat setempat.

Sebelumnya, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengajak masyarakat untuk aktif melaporkan kondisi infrastruktur di wilayahnya. Ia menegaskan, pemerintah akan membantu semaksimal mungkin jika masih ada infrastruktur yang kurang memadai, termasuk jembatan gantung.

“Saya minta kepada siapa pun, kalau misalnya masih ada jembatan yang kurang layak, nanti saya datangi itu. Saya perbaiki,” kata dia sebagaimana dilansir Kompas.com, Jumat (26/1/2018) lalu.

Tingginya kebutuhan

Melihat kerja nyata pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dalam membangun jembatan gantung, berbagai pihak pun mengajukan usulan pengadaan jembatan di berbagai wilayah.

Hingga Oktober 2018, sudah ada 425 usulan pembangunan jembatan gantung masuk ke Ditjen Bina Marga.

Dirjen Bina Marga Sugiyartanto memaparkan, usulan tersebut berasal dari pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, maupun instansi lainnya.

Banyaknya usulan tersebut merupakan cerminan masyarakat desa amat membutuhkan konektivitas, waktu tempuh yang cepat, dan jarak tempuh yang lebih pendek. Selama ini, telah ada jalan tetapi tidak ada jembatan untuk menyeberangi sungai.

“Sampai saat ini, ada usulan 425 unit dan bukan tidak mungkin akan berkembang. Namun, untuk merealisasikannya kami akan melihat ketersediaan anggaran Ditjen Bina Marga,” ujar Sugiyartanto, Rabu (17/10/2018).

Hampir seluruh provinsi telah mengajukan usulan pembangunan jembatan gantung, seperti Nanggroe Aceh Darussalam 82 unit, Sumatera Selatan 48 unit, dan Kalimatan Barat 16 unit.

Keberadaan jembatan gantung yang diperuntukkan bagi pejalan kaki memang sangat diperlukan karena keterpisahan wilayah, seperti adanya sungai besar. Padahal, masyarakat amat membutuhkan keterhubungan dengan puskesmas, sekolah, maupun sarana peribadatan.

Libatkan banyak pihak

Berangkat dari tingginya jumlah usulan tersebut, pemerintah membuka kerja sama dengan pihak swasta maupun perguruan tinggi.

Direktur Jembatan Ditjen Bina Marga Iwan Zarkasi menjelaskan, keterbatasan anggaran merupakan alasan pemerintah untuk menggandeng pihak swasta maupun kalangan akademisi untuk bisa mewujudkan mimpi masyarakat desa yang terisolasi.

“Tidak tertutup kemungkinan kepada perusahaan untuk melakukan CSR (corporate social responsibility) sehingga kebutuhan (jembatan gantung) 2019 bisa dipenuhi. Kalau ditanggung pemerintah pusat tentu berat sekali,” kata dia.

Menurut dia, pihak swasta cukup merogoh kantong Rp 3 miliar hingga Rp 3,5 miliar untuk membangun jembatan gantung. Pasalnya, material jembatan seperti baja bermutu tinggi, kabel jembatan, maupun baut-baut semua merupakan produksi dalam negeri.

Sementara itu, kerja sama dengan perguruan tinggi berupa KKN (kuliah kerja nyata) tematik infrastruktur. Nantinya, mahasiswa akan melaksanakan pembangunan jembatan gantung yang teknologinya memang tidak terlalu rumit. Sedangkan, dosen perguruan tinggi akan melakukan supervisi pembangunan tersebut.

Pembangunan jembatan gantung baru yang dilakukan Kementerian PUPR.Kementerian PUPR Pembangunan jembatan gantung baru yang dilakukan Kementerian PUPR.
Pembangunan jembatan gantung, lanjut Sugiyartanto, sebenarnya bisa dilakukan masyarakat secara mandiri. Bukan saja mahasiswa, warga desa pun dapat membangun jembatan gantung sendiri bila mengikuti petunjuk perakitan yang disiapkan Ditjen Bina Marga.

Untuk itu, pemerintah siap untuk melakukan transfer of knowledge perakitan jembatan gantung yang materialnya telah difabrikasi di Jakarta.

Selama ini, masyarakat desa memang dilibatkan dalam pembangunan jembatan gantung, baik pembuatan pondasi maupun perakitan jembatan. Kementerian PUPR juga telah mengajarkan masyarakat desa teknik perawatan jembatan gantung, seperti cara mengencangkan baut yang kendor.

Warga desa juga diajak punya rasa memiliki pada jembatan yang telah dibangun. Bentuk kepedulian warga cukup sederhana, seperti memperhatikan beban muatan serta mengamati kondisi fisik jembatan dan melaporkannya pada pemerintah daerah bila terjadi kerusakan.

Pemerintah daerah memang telah diserahi tanggung jawab pemeliharaan saat jembatan gantung rampung dibangun. Aset tersebut menjadi sepenuhnya milik pemerintah daerah setempat setelah selesai dibangun dan diresmikan pemerintah pusat.

“Murah, mudah, selamat...itulah prinsip pembangunan jembatan gantung,” jelas Sugiyartanto.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com