JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah harus memastikan peran serta dan keuntungan yang akan diperoleh dalam merealisasikan kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) di sektor perumahan.
Jangan sampai, ada isu yang timbul di masyarakat bahwa KPBU ini justru dianggap sebagai upaya penjualan aset negara kepada pihak asing.
Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata mengatakan, skema KPBU perumahan yang kini tengah dikaji pemerintah merupakan sebuah momentum untuk menginventarisasi aset lahan yang dimiliki pemerintah.
Selama ini, swasta sulit membantu pemerintah dalam menyediakan hunian terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah di tengah kota, lantaran harga tanah yang selangit.
Baca juga: REI Anggap KPBU Perumahan Bukan Terobosan Baru
"Kenapa tanah harus murah? Karena kan kalau tanah yang murah itu kan terjangkau oleh masyarakat yang di bawah. Nah ini bagaimana dikolaborasikan, disertakan di situ," kata pria yang akrab disapa Eman di Jakarta, Sabtu (25/8/2018).
Eman mengharapkan pemerintah punya perhitungan yang cermat dalam skema kerja sama yang akan dibangun. Penghitungan tersebut tak hanya menguntungkan swasta, tetapi juga negara dan masyarakat.
Selain itu, penghitungan tersebut harus tertuang di dalam sebuah perjanjian serta aturan yang jelas dan tegas, agar tidak ada pihak yang saling dirugikan.
Terlebih, memicu kecurigaan pihak pengawas, baik itu aparat maupun masyarakat, karena melihat adanya indikasi merugikan negara.
"Jangan sampai dibilang nanti menjual aset negaralah. Padahal return-nya jelas. Jadi regulasi itu harus jelas. Ini adalah bukan sesuatu dalam konteks menjual aset negara atau apa, tetapi dalam konteks bagaimana hunian yang terjangkau itu bisa menjadi dapat," terang Eman.
Baca juga: Tak Hanya Tol, Pembangunan Rumah Juga Gunakan Skema KPBU
Sebelumnya, Direktur Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Khalawi Abdul Hamid mengaku, bila anggaran penyediaan perumahan yang dimiliki pemerintah terbatas.
Untuk itu, Kementerian PUPR kini tengah mengkaji skema kerja sama baru, guna melengkapi skema yang sudah ada.
"Kami coba menggerakkan swasta semaksimal mungkin. Kita belum punya sistemnya, mudah-mudahan tahun ini bisa," kata Khalawi di kantornya, Kamis (23/8/2018).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.