KOMPAS.com - Ibu kota Indonesia, Jakarta, merupakan salah satu kota terbesar di dunia, namun juga merupakan kota yang paling cepat mengalami penurunan muka tanah dibanding kota-kota besar lainnya.
Wilayahnya terletak di dataran aluvial (daerah endapan) rendah dan datar, dengan ketinggian rata-rata hanya 8 meter di atas perrmukaan laut. Sebagian besar tanah di wilayah ini masih berupa daerah berawa, karena dilewati oleh 13 sungai.
BBC menulis, kota yang merupakan rumah bagi hampir 30 juta orang itu telah mengalami penurunan tanah sedalam 4 meter.
Jakarta tenggelam dengan rerata 1 sampai 15 sentimeter per tahun. Keadaan ini membuat hampir separuh kota berada di bawah permukaan laut.
Wilayah Jakarta Utara terdampak paling parah. Kawasan ini mengalami penurunan sedalam 2,5 meter dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, dan terus tenggelam sedalam 2,5 sentimeter per tahun di beberapa bagian.
Angka penurunan ini lebih banyak dua kali lipat dibanding rerata penurunan muka tanah di kota pesisir besar lain di seluruh dunia.
Jika hal ini terus berlanjut, maka pada tahun 2050, 95 persen wilayah Jakarta Utara akan tenggelam di bawah permukaan laut.
Mengutip artikel Sean Flemming dalam artikel World Economic Forum dari National Aeronautics and Space Administration (NASA), organisasi ini telah melacak permukaan laut melalui satelit sejak tahun 1993.
Lembaga ini mendeteksi total kenaikan permukaan air laut sekitar 85 milimeter, atau naik 3,2 milimeter setiap tahunnya.
Melansir laman resmi NASA, kenaikan permukaan air laut terutama disebabkan oleh dua faktor. Pertama adalah penambahan volume air karena melelehnya gletser dan lapisan es kutub.
Kedua, penambahan air laut ketika cuaca menghangat. Volume air laut yang menghangat tidak sepadat ketika dingin, sehingga menyumbang terhadap peningkatan level permukaan air.
Keadaan ini diperparah dengan banjir yang selalu melanda, yang dikhawatirkan akan menjadi salah satu faktor pendukung tenggelamnya permukaan tanah Jakarta.
Air ledeng tidak dapat diandalkan di beberapa wilayah, sehingga masyarakat tidak memiliki pilihan lain selain mengambil air tanah.