JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mulai membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Sumber Daya Air (SDA).
Sebelumnya, UU ini dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2015 lantaran dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Anggota Komisi V Yoseph Umarhadi mengatakan, UU ini memiliki makna strategis, karena menyangkut hajat hidup masyarakat banyak.
"Penyusunan RUU SDA harus ditujukan untuk mengoptimalkan pengelolaan SDA guna mencapai tujuan tersebut," kata Yoseph saat rapat kerja pembicaraan tingkat satu RUU SDA di Kompleks Parlemen, Rabu (18/7/2018).
Setidaknya, ada enam garis besar arah pengelolaan dan ruang lingkup materi RUU SDA, yang dirangkum berdasarkan hasil putusan MK sebelumnya. Keenam materi tersebut yakni:
1. Setiap pengusahaan air tidak boleh mengganggu dan meniadakan hak rakyat;
2. Negara harus memenuhi hak rakyat atas air sebagai salah satu hak asasi manusia;
3. pengelolaan air harus mengingat kelestarian lingkungan hidup;
4. Air merupakan salah satu cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak. Pasal 33 ayat 2 UUD 1945, harus dalam pengawasan dan pengendalian air oleh negara secara mutlak;
5. Prioritas utama di dalam pengusahaan atas air diberikan kepada BUMN atau BUMD;
6. Apabila semua batasan tersebut telah terpenuhi, dan ternyata masih ada ketersediaan air, pemerintah masih dimungkinkan untuk memberikan izin kepada usaha swasta untuk melakukan pengusahaan atas air dengan syarat-syarat tertentu dan ketat.
Yoseph menambahkan, RUU ini nantinya akan memuat 15 bab dan 78 pasal yang mengatur secara sistematis tentang persoalan sumber daya air.
Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, setidaknya ada tiga pokok pikiran yang harus diatur secara ketat di dalam RUU ini.
Pertama, penguasaan air oleh negara di dalam pengaturan akses masyarakat terhadap sumber daya air. Kedua, jaminan pemenuhan hak rakyat atas air.
"Ketiga, pengaturan mengenai kegiatan usaha yang menggunakan sumber daya air," ujarnya.
MK sebelumnya menilai UU Sumber Daya Air dan enam peraturan pemerintah yang disusun menjadi aturan pelaksana UU tersebut, salah satunya Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 Tentang Sistem Penyediaan Air Minum tidak memenuhi prinsip dasar pengelolaan sumber daya air, khususnya yang berkaitan dengan pembatasan pengelolaan air.
"Menimbang oleh karena itu UU Sumber Daya Air dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945," demikian putusan MK seperti dikutip dari Kontan, Rabu (18/2/2015).
Selain membatalkan UU Sumber Daya Air, untuk mencegah terjadinya kekosongan pengaturan mengenai pemanfaatan sumber daya air, MK juga memerintahkan agar UU Nomor 11 Tahun 1974 diberlakukan kembali.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.