KOMPAS.com - Arsitektur Gotik merupakan arsitektur besar yang pernah merajai Eropa selama sekitar 400 tahun. Dari tahun 1.000 hingga tahun 1.400.
Arsitektur ini banyak digunakan dalam beragam bangunan, baik sekuler maupun peribadatan. Gaya arsitektur ini sangat dominan diguanakan pada abad Pertengahan, dan tersebar mulai dari Perancis bagian utara, Inggris, Eropa Tengah, Skandinavia bahkan ke timur dekat.
Pada masa awal perkembangannya, Eropa dilanda masa yang lebih tenteram. Gedung gereja diarahkan untuk memberi kesan Tuhan yang besar dan manusia yang dikecilkan. Konsep ini diterjemahkan ke dalam pembangunan gedung yang bersifat monumental.
Ciri khas arsitektur Gotik di Eropa
Salah satu yang menonjol adalah menara. Pada bangunan Gotik abad pertengahan, menara menjadi salah satu hal yang paling menonjol pada gaya ini.
Selain itu, penggunaan gargoyle atau patung yang mirip dengan gambaran setan sebagai elemen dekorasi. Patung-patung ini menjadi salah satu ciri khas bangunan bergaya Gotik.
Aslinya patung-patung gargoyle ini berguna sebagai penyalur air agar air hujan tidak langsung membasahi bangunan gedung.
Atap gedung dibuat sangat tinggi, namun rawan terhadap tekukan dan gulingan. Untuk mengatasinya, para arsitek menggunakan flying butress atau penopang pada sisi-sisi bangunan sebagai penyalur gaya. Belakangan flying butress ini menjadi salah satu ciri bangunan zaman Gotik.
Arsitek yang menerapkan hal itu misalnya, Abbot Sugger (Gereja St Denisse), Pierre de Montreuil (Katedral Notre Damme dan Abbey St Germain) serta arsitek Villard de Hunnecourt.
Perkembangan arsitektur Neogotik di Indonesia
Di Indonesia, arsitektur Neogotik dibawa oleh arsitek belanda generasi CPW Schoemaker serta H Maclaine Pont pada tahun 1920-an.
Arsitek tersebut banyak membangun berbagai bangunan yang kini jadi monumen di kota-kota besar seperti Batavia, Bandung, Semarang, dan Surabaya.
Dengan banyaknya keterbatasan, bangunan Neogotik di Hindia pada waktu itu cenderung dibuat lebih simpel dan efisien.
Secara garis besar hanya bentuk dasar bangunan saja yang diambil. Penggunaan menara, meski tidak semuanya fungsional tetap dipertahankan.
Bahan bangunan sudah menggunakan material beton bertulang, yang memungkinkan bangunan yang lebih ramping dan tanpa risiko tekuk.
Selain itu penggunaan relief yang yang rumit juga dihilangkan, dan diganti dengan permainan molding. Penonjolan pada dinding bangunan juga digunakan utnuk memperoleh efek bangunan yang sesuai dengan pergerakan matahari.
Bangunan Neogotik di Indonesia juga dibuat menyesuaikan iklim tropis, dengan menambahkan tali aiar yang tidak terdapat pada bangunan Gotik asli.
Ciri bangunan Gotik masih dipertahankan dengan penggunaan kaca patri pada jendela bangunan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.