Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengeluaran Buruh untuk Rumah Harusnya di Bawah 10 Persen

Kompas.com - 01/05/2018, 19:00 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tak heran bila para buruh menjerit soal rendahnya upah yang mereka terima. Pasalnya, hampir 25 persen pendapatan mereka habis setiap bulannya untuk urusan tempat tinggal.

Itu pun belum tentu untuk hunian yang akan mereka miliki pada masa depan. Kebanyakan dari mereka menghabiskan uang tersebut untuk membayar biaya sewa rumah dan kos-kosan.

Baca juga : 70 Persen Rumah yang Dibangun REI untuk Buruh

Dosen Kelompok Keahlian Perumahan Permukiman Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SKPPK) Institut Teknologi Bandung (ITB) Jehansyah Siregar menilai, kondisi seperti itu sebenarnya tidak perlu terjadi bila pemerintah mampu melakukan intervensi untuk memastikan kesejahteraan buruh.

Misalnya, dengan menghadirkan hunian sewa bagi buruh yang berlokasi dekat dengan tempat kerja mereka.

"Jadi sewanya itu paling tinggi 10 persen dari penghasilan. Dan itu (bentuknya) rumah, bukan kamar (kos-kosan)," kata Jehansyah kepada Kompas.com, Selasa (1/5/2018).

Rusunawa Tambora, Angke, Jakarta Barat pada Senin (19/3/2018).RIMA WAHYUNINGRUM Rusunawa Tambora, Angke, Jakarta Barat pada Senin (19/3/2018).
Hunian tersebut dapat berupa rumah susun setinggi delapan hingga sepuluh lantai. Hal ini untuk mengatasi keterbatasan lahan yang ada di tengah tingginya kebutuhan akan hunian di kawasan industri.

Dengan membangun hunian yang dekat dengan lokasi kerja, secara otomatis pengeluaran untuk biaya transportasi pun dapat ditekan. Mereka dapat berjalan kaki atau menggunakan sepeda untuk menuju lokasi kerja.

Di samping itu, pemerintah juga harus menyediakan moda transportasi massal seperti bus sebagai alat transportasi mereka.

Dampaknya, meski penghasilan mereka tidak terlalu besar, setidaknya komponen pengeluaran bulanan terbesar mereka setiap bulan sudah dapat ditekan dengan kebijakan ini.

Pemerintah Kabupaten Trenggalek menyediakan rumah susun sewa (rusunawa) bagi masyarakat.KOMPAS.com/ SLAMET WIDODO Pemerintah Kabupaten Trenggalek menyediakan rumah susun sewa (rusunawa) bagi masyarakat.
"Jadi tidak boleh lagi pakai uang transpor. Dia pakai sepeda. Banyak buruh di China sana itu jalan kaki karena rumahnya di satu kawasan," sambung Jehan.

Badan khusus

Untuk membangun hunian sewa dengan tarif terjangkau, pemerintah perlu mengambil langkah sejak dini dalam memetakan suatu kawasan.

Tugas tersebut dapat diberikan kepada sebuah badan khusus yang memiliki otoritas tertentu dalam mengatur hunian bagi buruh.

Salah satu tugas dari badan tersebut yakni memetakan sebuah kawasan yang berpotensi menjadi kawasan industri. Kemudian, mereka juga bertugas untuk menguasai lahan tersebut untuk kemudian diubah menjadi kawasan hunian bagi para buruh.

Rusunawa Tambora, Angke, Jakarta Barat pada Rabu (14/3/2018).KOMPAS.com/RIMA WAHYUNINGRUM Rusunawa Tambora, Angke, Jakarta Barat pada Rabu (14/3/2018).
Dengan penguasaan sejak dini, maka pemerintah tidak perlu mengeluarkan anggaran besar dari kantong APBN untuk membangun hunian bagi buruh ini.

"Kalau harga rumah dari APBN, harga awal sebelum kawasan berkembang, itu sangat mungkin untuk membuat harga sewa rusun itu 10 persen dari gaji. Kalau sekarang gaji mereka Rp 3,5 juta, jadi paling besar pengeluaran mereka untuk hunian itu Rp 350.000 untuk sewa unit bagi keluarga tipe 32 minimal," tuntas Jehan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com