BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dengan Schneider

Menguak Rumitnya Pengelolaan Gedung Pencakar Langit…

Kompas.com - 20/04/2018, 07:18 WIB
Haris Prahara,
Dimas Wahyu

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Melihat gedung bertingkat akan membangun citra kemegahan sebuah tempat di samping kesan modernitas. Namun, di balik hal tersebut, tersimpan kompleksitas pengelolaannya.

Hal itu sebagaimana dikisahkan oleh Direktur Ciputra Group Sugwantono Tanto pada forum Innovation Summit 2018 Schneider Electric di Jakarta, Rabu (18/4/2018).

Menurut Sugwan, panggilan akrabnya, proses pengelolaan gedung zaman sekarang berbeda kondisinya dengan 20-30 tahun silam.

Sebab, seiring waktu berjalan, tantangan efisiensi dalam operasional gedung semakin mengemuka.

Pengembang ataupun pengelola gedung dituntut untuk senantiasa memperhatikan aspek kelestarian dan keberlanjutan lingkungan.

Asal tahu saja, dunia kini tengah berperang melawan isu kerusakan lingkungan.

Teranyar, sedikitnya 100 negara (termasuk Indonesia) telah memegang komitmen Perjanjian Paris 2015 untuk menjaga agar kenaikan suhu bumi tetap di bawah selisih dua derajat celsius.

“Kondisi itu (kelestarian lingkungan) membuat pengelola gedung mesti pintar mengontrol energi yang dipakai,” ucap Sugwan.

Di samping menghemat energi, pengelola gedung juga menghadapi tantangan biaya operasional yang selalu naik.

Sugwan memaparkan, terdapat dua komponen utama biaya pada sebuah gedung bertingkat, yaitu energi dan tenaga kerja.

“Aspek energi sebuah gedung bisa mencapai 40 persen dari biaya operasional. Sementara itu, pengelola juga mesti menghadapi kenaikan biaya tenaga kerja setiap tahunnya,” ungkapnya.

Menyadari biaya operasional yang cenderung meninggi setiap tahunnya, pengelola gedung mesti cermat dalam mengurangi biaya-biaya tak terpakai.

Salah satu cara yang lazim ditempuh pengelola gedung adalah mendisiplinkan karyawan untuk lebih hemat energi.

Ilustrasi gedungSHUTTERSTOCK Ilustrasi gedung
Karyawan biasanya diberi pelatihan kapan harus mematikan pendingin udara, bagaimana melakukan pekerjaan dengan lebih efisien, dan lain sebagainya.

“Hanya, banyak gedung yang sistem pengelolaannya masih manual. Belum lagi, tak semua karyawannya bisa melakukan analisis,” kata Sugwan.

Padahal, analisis tersebut dibutuhkan agar pengelolaan gedung bisa lebih efisien dari waktu ke waktu.

Sebagai contoh, melalui analisis dan pemanfaatan teknologi, bisa diketahui kapan pendingin udara suatu ruangan bisa dimatikan karena tidak ada pemakainya.

Perlu inovasi

Menghadapi tantangan pengelolaan gedung sebagaimana dikisahkan Sugwan, Country President Schneider Electric Indonesia Xavier Denoly mengatakan, dibutuhkan terobosan dalam pengelolaan gedung zaman sekarang.

“Penghematan energi telah menjadi isu krusial dalam era digital saat ini. Teknologi adalah kunci untuk menjamin ketersediaan energi bagi generasi sekarang dan penerusnya,” tutur Xavier.

Baca juga: Merayakan Dunia Digital Tanpa Batas...

Karena itulah, lanjut Xavier, pihaknya terus berupaya menyajikan inovasi terbaru dalam teknologi pengelolaan energi. Melalui EcoStruxure, contohnya.

Sedikit informasi, EcoStruxure merupakan teknologi berbasis digital untuk mengatur penggunaan energi dalam berbagai bidang, termasuk pengelolaan gedung.

“Tantangan biaya operasional harus semakin efisien adalah suatu keniscayaan,” tuntas Xavier.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau