JAKARTA, KOMPAS.com – Persoalan reforma agraria dalam beberapa waktu terakhir mencuat. Setelah upaya bagi-bagi sertifikat oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggap sebagai program ‘ngibul’ oleh politisi senior Partai Amanat Nasional (PAN), Amien Rais.
Sementara, Wakil Ketua Umum PAN Hanafi Rais menilai reforma agraria menjadi palsu bila hanya dimaknai dengan pembagian sertifikat lahan.
Sebenarnya, seperti apa program reforma agraria itu berjalan pada era pemerintahan saat ini?
Direktur Jenderal Penataan Agraria Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Muhammad Ikhsan menjelaskan, reforma yang dijalankan saat ini dapat dimaknai sebagai langkah penataan aset reform dan penataan akses.
Dalam hal ini, pemberian tanda bukti kepemilikan atas tanah atau sertifikasi hak atas tanah yang dilakukan pemerintah merupakan bagian dari kegiatan penataan aset.
“Sementara penataan akses adalah penyediaan dukungan atau sarana prasaran dalam bentuk penyediaan infrastruktur, dukungan pasar, permodalan, teknologi dan pendampingan lainnya, sehingga subyek reforma agrarian dapat mengembangkan kapasitasnya,” kata Ikhsan saat menjelaskan kepada awak media di kantornya, Kamis (29/3/2018).
Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019 yang telah disusun, pemerintah menargetkan dapat merampungkan legalisasi aset terhadap 9 juta bidang tanah.
Sampai 2017, pemerintah telah menyelesaikan legalisasi aset tanah transmigrasi sebanyak 20.252 bidang, legalisasi aset 6.207.818 bidang, dan redistribusi tanah sebanyak 262.189 bidang.
“Tahun 2018 target redistribusi tanah sejumlah 350.000 bidang bersumber dari tanah transmigrasi, tanah HGU yang tidak diperpanjang, tanah terlantar, pelepasan kawasan hutan dan tanah negara lainnya,” tutur Ikhsan.
Di samping itu, target legalisasi aset pada tahun ini naik dari 5 juta bidang menjadi 7 juta bidang. Sementara pada tahun depan ditargetkan legalisasi aset dapat ditingkatkan lagi menjadi 9 juta bidang.
Tahun depan, pemerintah menargetkan redistribusi tanah menjadi 1,5 juta bidang yang sumbernya sebagian besar berasal dari hasil inventarisasi dan verifikasi penguasaan tanah dalam kawasan hutan sebagai implementasi Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2017.
“Untuk ini dibutuhkan dukungan penuh dari Kementerian LHK yang secara khsuus mengatur mengenai kawasan hutan untuk mempercepat proses inventarisasi dan verifikasi,” tutup Ikhsan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.