JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu kesulitan generasi milenial membeli hunian, baik itu apartemen maupun rumah tapak, yakni membayar uang muka atau down payment (DP).
Oleh karena itu, peran aktif pengembang diperlukan dalam membantu generasi ini mendapatkan hunian idaman mereka.
GM Sales and Marketing Synthesis Development Imron Rosyadi mengatakan, kesulitan yang dihadapi generasi milenial tidak terlepas dari gaya hidup yang mereka jalani sehari-hari.
"Sekarang ini banyak kaum milenial yang cenderung konsumtif. Lebih banyak membeli sesuatu buat gaya-gayaan daripada investasi. Padahal rumah ini kebutuhan pokok, kebutuhan tempat tinggal," kata Imron kepada Kompas.com, Rabu (7/2/2018).
Menurut dia, kenaikan harga properti merupakan suatu keniscayaan bila hal itu tidak diantisipasi dengan cara membeli secara dini. Salah satu faktor pendorong kenaikan harga properti yaitu kebutuhan akan properti itu sendiri.
Dengan pertumbuhan penduduk yang semakin masif, maka kebutuhan hunian bakal semakin meningkat. Sementara, di sisi lain lahan yang tersedia untuk hunian kian terbatas.
"Karena harga akan semakin tinggi, akan terjadi inflasi. Kenaikan properti kan biasanya melebihi inflasi tahun berjalan," tambah Imron.
Selain itu, menunda pembelian properti juga bukan pilihan yang tepat bagi generasi milenial. Di samping kenaikan harga, angsuran yang harus mereka bayar setiap bulan diperkirakan juga akan semakin naik. Kondisi ini tentu semakin memberatkan mereka.
"Memang kendalanya milenial ini karena tidak bisa nabung, akhirnya mereka enggak bisa bayar DP," sebut Imron.
Untuk mengatasi persoalan ini, ia mengatakan, pengembang perlu ikut ambil bagian. Seperti yang telah dilakukan Synthesis pada proyek Prajawangsa City.
Generasi milenial yang ingin mengambil apartemen yang berlokasi di Cijantung, Jakarta Timur itu, bisa memilikinya dengan cara mencicil uang muka.
Kecenderungan pengembang dalam menjual properti, sebut dia, adalah inden. Karena itu, dapat dipastikan timbul persoalan lain, yaitu mereka harus menyewa hunian dalam jangka waktu tertentu sebelum pembangunan rampung.
Tentu saja, kondisi tersebut menyulitkan generasi milenial. Sebagai gantinya, Synthesis memberikan kemudahan dengan membiarkan generasi milenial menyewa unit di Bassura City.
Uang sewa yang dibayar setiap bulan dianggap sebagai uang cicilan untuk membayar DP Prajawangsa City.
"Jadi kami siasati. Dengan begitu mereka cukup bayar satu. Mereka tetep sewa, tapi sewa ini kami anggap sebagai DP," ucap Imron.
Cara tersebut, diakui Imron, cukup efektif dalam menggaet calon pembeli Prajawangsa City.
Meski enggan mengungkap capaian penjualan pada 2017 lalu, ia memastikan, penjualan apartemen kelas menengah bawah itu masih jauh lebih baik dibandingkan penjualan Synthesis Residence Kemang yang menyasar kelas atas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.