JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah sulit mendapatkan rumah, masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) menghadapi dilema baru, yaitu rumah yang dibelinya tidak layak huni.
Dalam hal ini, rumah tidak layak huni berdasarkan spesifikasi di bawah standar atau minim infrastruktur pendukung.
Meski demikian, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN mengklaim, jumlah yang rusak ini tidak banyak.
"Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan BPKP) sudah meneliti secara keseluruhan, (rumah yang rusak) di bawah 5 persen," ujar Direktur Utama BTN Maryono usai pembukaan Indonesia Property Expo (IPEX) di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Sabtu (3/2/2018).
Ia mengatakan, jika dilihat dari total rumah yang telah disalurkan KPR-nya melalui BTN mencapai 7 juta unit sejak tahun 1974, maka 5 persen bukan angka yang besar.
Maryono menambahkan, selama ini, rumah yang rusak hanya pada kasus tertentu. Penyebabnya pun bermacam-macam, antara lain karena pembelinya tidak langsung menempati.
Rumah yang rusak sebelum dihuni juga karena unit tidak langsung terjual dan dibiarkan kosong.
Menurut Maryono, ada rumah yang sudah dibangun tetapi baru laku setahun sampai 2 tahun kemudian.
Padahal, di satu sisi, kualitas rumah yang paling bagus sekalipun, akan cepat rusak kalau tidak langsung dihuni.
"Ke depan kita akan jaga kualitas (rumah) sehingga konsumen tidak lagi merasa tidak nyaman," tuntas Maryono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.