Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hanya Fokus pada Estetika, Rumah Bisa "Membunuh" Penghuninya

Kompas.com - 17/12/2017, 21:35 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KompasProperti - Arsitektur berbicara tentang ruang tinggal dengan kulit yang berganti-ganti. 

Meski demikian, seiring berjalannya waktu, kebutuhan ruang seringkali dikorbankan demi mencapai kepuasan mata atau estetika

“Orang tidak lihat lagi, bahwa arsitektur ditempati manusianya. Padahal ruang itu punya satu hal yang intangible value yang orang gak sadar ruang itu bisa membunuh penggunanya, entah secara cepat atau pelan-pelan,” ujar Ketua Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) Jakarta Stevanus J. Manahampi atau Steve kepada wartawan, Kamis (14/12/2017). 

Steve mengatakan, gaya orang memilih arsitektur sangat subyektif. Namun, saat orang-orang melupakan kualitas ruang ketika membangun rumah dan hanya mementingkan estetika, menjadi suatu kemunduran.

Ilustrasi: Pesepeda melintas di depan rumah joglo di kawasan cagar budaya Kotagede, Yogyakarta, Jumat (1/4/2011).  KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO Ilustrasi: Pesepeda melintas di depan rumah joglo di kawasan cagar budaya Kotagede, Yogyakarta, Jumat (1/4/2011).
Dibandingkan dulu, melihat bangunan yang diwariskan nenek moyang, arsitektur mengikuti fungsi dan kebutuhan ruang pemiliknya.

Steve mencontohkan perbedaan arsitektur Sumba dengan Joglo. Orang Sumba mungkin tidak nyaman tinggal di Joglo, begitu pula sebaliknya orang Jawa yang tidak nyaman tinggal di rumah orang Sumba.

“Sumba itu ciri khasnya dapur berada di tengah. Orang Jawa tidak akan nyaman tinggal seperti itu karena bukan hasil budayanya dia,” kata Steve.

Suasana Desa Adat Wunga, Kecamatan Haharu, Sumba Timur, pekan lalu. Desa yang berada di atas bukit kapur dan ada banyak kubur batu tua itu dipercaya warga Sumba sebagai kampung pertama nenek moyang mereka. Studi genetika menemukan, Wunga memiliki keragaman genetik paling lengkap di seluruh Sumba sehingga diduga orang Sumba berasal dari desa itu. Ahmad Arif/KOMPAS Suasana Desa Adat Wunga, Kecamatan Haharu, Sumba Timur, pekan lalu. Desa yang berada di atas bukit kapur dan ada banyak kubur batu tua itu dipercaya warga Sumba sebagai kampung pertama nenek moyang mereka. Studi genetika menemukan, Wunga memiliki keragaman genetik paling lengkap di seluruh Sumba sehingga diduga orang Sumba berasal dari desa itu.
Ia menambahkan, hal ini seharusnya disadari para arsitek yang berpikiran maju untuk selalu ingat kembali bahwa arsitektur Indonesia bukan hanya estetika tapi kembali ke esensinya.

Steve mengingatkan, jangan sampai kenyataan hari ini menghilangkan budaya dan kekhasan daerah di waktu mendatang.

“Hari ini kita lihat, semua rumah yang dibangun pengembang dari Aceh sampai Papua semua sama. Bentuk ruko ya begitu saja,” tandas Steve.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau