JAKARTA, KompasProperti - Dalam proses membangun jalan tol, tak jarang banyak investor yang berguguran pada awal periode pembangunan.
Terutama dalam kurun waktu 5-10 tahun pertama, yang menjadi titik krusial pembangunan jalan bebas hambatan tersebut.
Pada masa-masa itu, biasanya proses pembebasan lahan dilakukan beriringan dengan pekerjaan konstruksi.
Di satu sisi, para investor belum bisa menangguk untung dari bisnis jalan tol. Di sisi lain, mereka dihadapkan pada pinjaman dan bunga yang sudah berjalan.
"Biasanya, 5-10 tahun pertama itu rugi karena argo bank itu jalan. Ini adalah karakteristik bisnis tol. Begitu tol diresmikan (pembangunannya) dan belum beroperasi, pasti BUJT bayarin terus, sehingga banyak perusahaan swasta yang kita dorong berguguran," kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono di Kompleks Parlemen, Rabu (6/12/2017).
Ia lantas mencontohkan pekerjaan proyek Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi). Tol yang dirancang sepanjang 54 kilometer ini sedianya mulai digarap sejak 1996.
Meski sempat berganti sejumlah investor, proyek yang terdiri atas empat seksi tetap mangkrak. Pekerjaan tol tersebut baru dimulai kembali di era Presiden Joko Widodo.
"Dengan permohonan maaf saya ingin memberikan contoh, Tol Bocimi. Itu udah empat gajahnya swasta Indonesia, pertama Bukaka, kemudian diambil alih oleh Bakrie, kemudian diambil alih MNC. Ssaat diambil alih Waskita Karya baru jalan," kata Basuki.
Demikian halnya untuk Tol Batang-Semarang dan Tol Ngawi-Kertosono. Menurut Basuki, banyak investor swasta yang pada akhirnya tidak mampu bertahan dan putus di tengah jalan, sehingga membuat pemerintah memutar otak untuk menyiasati kekurangan pendanaan untuk menggarap proyek tersebut.
"Jadi (swasta) yang sekarang bertahan itu yang betul-betul berkemauan dan tekun. Seperti misalnya Kompas, kita mendorong terus itu," sebut Basuki.
Menurut Basuki, salah satu alasan banyak investor yang mundur lantaran tingkat pengembalian modal alias internal rate of return (IRR) jalan tol yang masih rendah. Pasalnya, banyak investor yang menginginkan IRR lebih dari 16 persen.
Sebagai jalan keluar, salah satu cara yang dilakukan pemerintah yakni dengan meminjam dana dari negara lain, seperti China.
"Loan China itu bukan investor ya. Loan China itu APBN dalam rangka menaikkan IRR-nya. Dan loan China itu biasanya ada persyaratannya," tuntasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.